Minggu, 10 April 2016

Bagi waktu, untuk KOPKUN dan untuk UKI, pusing! Tapi berhasil.Bagi waktu, untuk KOPKUN dan untuk UKI, pusing! Tapi berhasil.



Bagi waktu, untuk KOPKUN dan untuk UKI, pusing! Tapi berhasil.
           
Penat dalam kebimbangan. Dan pertanyaan mengapa harus mendanai hal itu membuat aku hilang semangat. Ini yang menyebabkan uang yang seharusnya masuk ke kas UKI beralih tangan masuk ke kas yang lain. Di sisi itu juga, kelas sasindo akan mengadakan sebuah acara malam puncak sastra Indonesia atau biasa disebut MUSASI.
            Tadinya bermodal uang sendiri untuk menjual air mineral di SBMPTN selanjutnya. Dibantu juga hampir enam belas pasukan yang tergabung dalam Usdan Musasi kali ini. Membuatku makin mengukuhkan koordinasi dan enak untuk diajak jualan bareng. Sedangkan di UKI kami hanya bertiga. Dan tidak akan berputar lancar jika yang lain tidak ikut membantu. Aku perlu sirkulasi SDM untuk memasok empat kantin Unsoed dalam satu waktu. Dan semuanya bisa terlaksana jika banyak yang membantu.
            Nah, enam belas itu, aku bagikan jadwal piket jualan. Tapi tidak untuk memasok chanai di kantin-kantin, keuntungan itu khusus untuk UKI. Tapi lupa terjalankan, karena lebih asyik mengkoordinir orang banyak daripada sedikit. Setiap hari aktif kuliah ada saja yang jualan. Dan merolling siapa-siapa yang seharusnya jualan. Jika tak habis kami, aku dan ketua Musasi yang turun tangan. Benar-benar suatu perjuangan jika kami yang menjadi tonggak berhasilnya suatu acara.
            Huh, kenapa tak profesional Ilsya. Aku terlihat semangat mendanai Musasi. Namun, terkesan loyo untuk UKI. Jelas, karena banyak yang dipertanyakan dan aku bingung harus mendanai organisasi yang mana. Yang aku mau, jika aku diamanahi untuk mencari dana untuk UKI ya UKI, bukan bercampur dengan organisasi lain, yang mungkin memang saudara sendiri. Dan di Musasi ini jelas, dana ini untuk Musasi itu. Bukan untuk atak-itik lain.
            Akh, sudah lah, aku tak mau menceritakan konflik ini. Pergulatan hati yang tiada habisnya. Aku lupa cara mendedikasikan hati itu bagaimana. Dan aku lupa cara melupakan sakit hati itu bagaimana. Yang aku tahu, aku berbuat sesuai nalarku, sesuai akal sehatku, terlepas ini tanggung jawab atau profesionalitas, tanyakan dulu, mengapa mendanai organisasi lain, jika awalnya tak profesionalitas, itu yang dinamakan amanah?
***
            Kali ini KOPKUN akan mengadakan sebuah rapat anggaran tahunan, yang akan dihadiri seluruh anggota koperasi yang tergabung dalam KOPKUN. Dalam kesempatan ini, aku diamanahi menjadi Humas atau bagian hubungan masyarakat.
            Pertama yang aku kerjakan adalah melobi tempat yang akan digunakan untuk rapat tahuan anggota tersebut. Ada tiga opsi, roedhiro, gedung Fisip, dan Graha Widya tama. Dua teman yang lain sudah survei harga tiga tempat itu. Eee buset, Graha Widya tama, tempat kita ospek hari pertama se-universitas itu, dibandrol dengan harga sewa tiga puluh juta per hari. Kemudian roedhiro, yang gedungnya milik fakultas ekonomi, di sana membahas tentang harga sewa berkisar tiga sampai empat juta dalam sehari. Otomatis, kedua gedung itu, terblacklist dari anggaran pengeluaran. Hahay.
            Kemudian mencoba survei harga sewa gedung Fisip. Kata bagian wadek 3 yang ngurusin administrasi penyewaan gedung, “Harga mahasiswa delapan ratus ribu, kalau dari luar mahasiswa ya bisa sampai tiga empat juta, sama seperti roedhiro.” terang ibu-ibu muda penuh ramah itu.
            Aku mendapat info itu, segera dalam rapat selanjutnya, aku berusaha hadir tepat waktu, ingin ku bahas apa yang sudah kuketahui. Namun, ketika aku yang kerja. Dan yang ditanya adalah koordinatornya, aku seakan bungkam dan tak ada hak untuk menjawab. Koor Humas pun seakan sudah tahu betul seluk beluknya. Kemudian, kenapa aku disuruh survei segala jika dia sudah tahu semuanya, dan dia menjelaskan semua info yang kusampaikan padanya. Memang sih tugas koordinator memang seperti itu, tapi apa salahnya sih, bertanya pada yang bekerja. Bukan bertanya pada yang tidak bekerja. Haduh, baper.
            Setelah itu, tak masalah aku yang mengurus lobi gedung, and deal, uang sewa juga sudah diserahkan. Kemudian tinggal menyebar undangan pada anggota koperasi seluruhnya yang ada di daerah Banyumas. Aku tak merasakan ini suatu beban, bahkan layaknya pengantar pos, aku berdendang dan berdehem dalam nada yang tak karuan, yang penting dibikin happy aja ga ada beban, biar sendiri mengantar banyaknya surat. Aku juga tak melupakan lembar ekspedisi surat itu, harus tertanda-tangani semua.
             Usai tugas humas ku di KOPKUN ku selesai, aku segera bergabung dengan teman-teman UKI ku di kampus putih tercinta. Mereka sedang bersiap untuk mengadakan sebuah kajian kemuslimahan. Dengan tema, andakah perempuan kreatif itu? Kemuslimahan adalah salah satu departemen yang ada di UKI, di kepalai oleh Syeila dan beranggotakan dua orang yang kesemuanya cukup solid dibanding departemen yang lain. Secara kemuslimahan diberi andil bebas dalam melaksanakan prokernya. Sedangkan kewirausahaan, bingung mendanai dua kegiatan di organisasi lain, bukan UKI tentunya, haha, sudahlah, jangan tanyakan kinerja kewirausahaan yang dengan kesatuan perintah yang terpecah belah itu, bagaimana hasil akhirnya.
            Kemuslimahan kali ini diisi dengan kajian kreatif, yaitu, membuat sebuah bross buket bunga dari kain perca. Lumayan, peserta yang hadir dalam proses kreatif tersebut. Aku yang hanya melihat-lihat, tak ikut berproses ria, kemudian pamit diri, untuk merehatkan tubuh ini. Capek, beraksi di dua organisasi sekaligus, habis KOPKUN kemudian UKI.
***
            Di KOPKUN sendiri, setelah pengukuhan komite di acara rapat anggaran tahunan, aku masuk ke dalam divisi media. Berbeda jauh dengan keinginan kewirausahaan yang terhempas oleh sesuatu yang tidak diketahui alasannya. Mereka tetap menyemangati, “Biarpun di media, masih bisa kok belajar kewirausahaan. Yang penting happy dan tetap semangat.” Motivasinya. Membuatku tak mengurungkan niatku untuk berkontribusi di KMK divisi media.
            Berkumpul bersama, membahas isu yang ada. Kami kepo akan Purwokerto, Unsoed, KOPKUN, pengusaha dan semua yang terjadi di sekitar perhatian kita. Kebetulan headline news pada KOPKUN corner kita nama media yang kita hasilkan, adalah koperasi itu sendiri. Pertama menulis tentang koperasi, aku membaca buku pelajaran IPS yang memuat tentang koperasi.
Hahay, literatur ku masih bacaan-bacaan sekolah yang memang disitu memuat banyak tentang koperasi. Ada bahasan tentang bung hatta, bapak pendiri koperasi di Indonesia. Dan lain sebagainya. Hahay, mungkin mahasiswa lain sudah hunting buku tentang koperasi di toko buku terkenal di kota satria. Tapi, aku mencari-cari yang sudah ada. Dan apa salahnya, buku-buku jaman putih abu-abu terbuka kembali, hahay.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar