Bagi waktu, untuk
KOPKUN dan untuk UKI, pusing! Tapi berhasil.
Penat dalam kebimbangan. Dan pertanyaan mengapa harus
mendanai hal itu membuat aku hilang semangat. Ini yang menyebabkan uang yang
seharusnya masuk ke kas UKI beralih tangan masuk ke kas yang lain. Di sisi itu
juga, kelas sasindo akan mengadakan sebuah acara malam puncak sastra Indonesia
atau biasa disebut MUSASI.
Tadinya
bermodal uang sendiri untuk menjual air mineral di SBMPTN selanjutnya. Dibantu
juga hampir enam belas pasukan yang tergabung dalam Usdan Musasi kali ini.
Membuatku makin mengukuhkan koordinasi dan enak untuk diajak jualan bareng.
Sedangkan di UKI kami hanya bertiga. Dan tidak akan berputar lancar jika yang
lain tidak ikut membantu. Aku perlu sirkulasi SDM untuk memasok empat kantin
Unsoed dalam satu waktu. Dan semuanya bisa terlaksana jika banyak yang
membantu.
Nah,
enam belas itu, aku bagikan jadwal piket jualan. Tapi tidak untuk memasok
chanai di kantin-kantin, keuntungan itu khusus untuk UKI. Tapi lupa
terjalankan, karena lebih asyik mengkoordinir orang banyak daripada sedikit.
Setiap hari aktif kuliah ada saja yang jualan. Dan merolling siapa-siapa yang
seharusnya jualan. Jika tak habis kami, aku dan ketua Musasi yang turun tangan.
Benar-benar suatu perjuangan jika kami yang menjadi tonggak berhasilnya suatu
acara.
Huh, kenapa tak profesional Ilsya. Aku
terlihat semangat mendanai Musasi. Namun, terkesan loyo untuk UKI. Jelas,
karena banyak yang dipertanyakan dan aku bingung harus mendanai organisasi yang
mana. Yang aku mau, jika aku diamanahi untuk mencari dana untuk UKI ya UKI,
bukan bercampur dengan organisasi lain, yang mungkin memang saudara sendiri.
Dan di Musasi ini jelas, dana ini untuk Musasi itu. Bukan untuk atak-itik lain.
Akh,
sudah lah, aku tak mau menceritakan konflik ini. Pergulatan hati yang tiada
habisnya. Aku lupa cara mendedikasikan hati itu bagaimana. Dan aku lupa cara
melupakan sakit hati itu bagaimana. Yang aku tahu, aku berbuat sesuai nalarku,
sesuai akal sehatku, terlepas ini tanggung jawab atau profesionalitas, tanyakan
dulu, mengapa mendanai organisasi lain, jika awalnya tak profesionalitas, itu
yang dinamakan amanah?
***
Kali ini
KOPKUN akan mengadakan sebuah rapat anggaran tahunan, yang akan dihadiri
seluruh anggota koperasi yang tergabung dalam KOPKUN. Dalam kesempatan ini, aku
diamanahi menjadi Humas atau bagian hubungan masyarakat.
Pertama
yang aku kerjakan adalah melobi tempat yang akan digunakan untuk rapat tahuan
anggota tersebut. Ada tiga opsi, roedhiro, gedung Fisip, dan Graha Widya tama.
Dua teman yang lain sudah survei harga tiga tempat itu. Eee buset, Graha Widya
tama, tempat kita ospek hari pertama se-universitas itu, dibandrol dengan harga
sewa tiga puluh juta per hari. Kemudian roedhiro, yang gedungnya milik fakultas
ekonomi, di sana membahas tentang harga sewa berkisar tiga sampai empat juta dalam
sehari. Otomatis, kedua gedung itu, terblacklist dari anggaran pengeluaran.
Hahay.
Kemudian
mencoba survei harga sewa gedung Fisip. Kata bagian wadek 3 yang ngurusin
administrasi penyewaan gedung, “Harga mahasiswa delapan ratus ribu, kalau dari
luar mahasiswa ya bisa sampai tiga empat juta, sama seperti roedhiro.” terang
ibu-ibu muda penuh ramah itu.
Aku
mendapat info itu, segera dalam rapat selanjutnya, aku berusaha hadir tepat
waktu, ingin ku bahas apa yang sudah kuketahui. Namun, ketika aku yang kerja.
Dan yang ditanya adalah koordinatornya, aku seakan bungkam dan tak ada hak
untuk menjawab. Koor Humas pun seakan sudah tahu betul seluk beluknya.
Kemudian, kenapa aku disuruh survei segala jika dia sudah tahu semuanya, dan
dia menjelaskan semua info yang kusampaikan padanya. Memang sih tugas
koordinator memang seperti itu, tapi apa salahnya sih, bertanya pada yang
bekerja. Bukan bertanya pada yang tidak bekerja. Haduh, baper.
Setelah
itu, tak masalah aku yang mengurus lobi gedung, and deal, uang sewa juga sudah
diserahkan. Kemudian tinggal menyebar undangan pada anggota koperasi seluruhnya
yang ada di daerah Banyumas. Aku tak merasakan ini suatu beban, bahkan layaknya
pengantar pos, aku berdendang dan berdehem dalam nada yang tak karuan, yang
penting dibikin happy aja ga ada beban, biar sendiri mengantar banyaknya surat.
Aku juga tak melupakan lembar ekspedisi surat itu, harus tertanda-tangani
semua.
Usai tugas humas ku di KOPKUN ku selesai, aku
segera bergabung dengan teman-teman UKI ku di kampus putih tercinta. Mereka
sedang bersiap untuk mengadakan sebuah kajian kemuslimahan. Dengan tema,
andakah perempuan kreatif itu? Kemuslimahan adalah salah satu departemen yang
ada di UKI, di kepalai oleh Syeila dan beranggotakan dua orang yang kesemuanya
cukup solid dibanding departemen yang lain. Secara kemuslimahan diberi andil
bebas dalam melaksanakan prokernya. Sedangkan kewirausahaan, bingung mendanai
dua kegiatan di organisasi lain, bukan UKI tentunya, haha, sudahlah, jangan
tanyakan kinerja kewirausahaan yang dengan kesatuan perintah yang terpecah
belah itu, bagaimana hasil akhirnya.
Kemuslimahan
kali ini diisi dengan kajian kreatif, yaitu, membuat sebuah bross buket bunga
dari kain perca. Lumayan, peserta yang hadir dalam proses kreatif tersebut. Aku
yang hanya melihat-lihat, tak ikut berproses ria, kemudian pamit diri, untuk
merehatkan tubuh ini. Capek, beraksi di dua organisasi sekaligus, habis KOPKUN
kemudian UKI.
***
Di
KOPKUN sendiri, setelah pengukuhan komite di acara rapat anggaran tahunan, aku
masuk ke dalam divisi media. Berbeda jauh dengan keinginan kewirausahaan yang
terhempas oleh sesuatu yang tidak diketahui alasannya. Mereka tetap
menyemangati, “Biarpun di media, masih bisa kok belajar kewirausahaan. Yang
penting happy dan tetap semangat.” Motivasinya. Membuatku tak mengurungkan
niatku untuk berkontribusi di KMK divisi media.
Berkumpul
bersama, membahas isu yang ada. Kami kepo akan Purwokerto, Unsoed, KOPKUN,
pengusaha dan semua yang terjadi di sekitar perhatian kita. Kebetulan headline
news pada KOPKUN corner kita nama media yang kita hasilkan, adalah koperasi itu
sendiri. Pertama menulis tentang koperasi, aku membaca buku pelajaran IPS yang
memuat tentang koperasi.
Hahay, literatur ku masih bacaan-bacaan sekolah yang
memang disitu memuat banyak tentang koperasi. Ada bahasan tentang bung hatta,
bapak pendiri koperasi di Indonesia. Dan lain sebagainya. Hahay, mungkin
mahasiswa lain sudah hunting buku tentang koperasi di toko buku terkenal di
kota satria. Tapi, aku mencari-cari yang sudah ada. Dan apa salahnya, buku-buku
jaman putih abu-abu terbuka kembali, hahay.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar