SENSE OF MORAL BEAUTY
Oleh Lu’lu Mar’atus Sholihah
Keindahan seperti apa yang kita
rindukan dalam realitas kehidupan kita?
Apakah keindahan yang mengacu pada pencerapan indera yang indah dirasakan oleh
sense kita. Atau sebaliknya, yang justru pada dewasa ini, kebalikan dari
keindahan tersebut, banyak digandrungi dan menjadi trend dari perkembangan
zaman yang semakin menggila saja.
Keindahan
menurut The Liang Gie dalam
bukunya “Garis besar estetika”. Menururt asal katanya, dalam bahasa Inggris
keindahan itu diterjemahkan dengan kata “beutiful” dalarn bahasa Perancis
“beau”, sedang ltalia dan spanyol “bello” berasal dari kata latin “bellunl”,
Akar katanya adalah “bonwn” yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan
menjadi “bonellwn” dan terakhir diperpendek sehingga ditulis “bellum”.
Namun, dalam artikel
ini, Endang Puji Astuti berpendapat bahwa keindahan adalah suatu kebenaran.
Jika suatu karya tersebut merupakan saduran atau plagiat dari sebuah karya, maka
keindahan itu dinilai kurang berestetika. Hal ini, ia contohkan pada lukisan
Monalisa, yang dianggapnya kehilangan nilai estetikanya karena dasarnya tidak
benar. Hal tersebut tidak hanya bersudut pada satu pemikirannya saja, namun
harus mencari referensi yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Moralitas merupakan salah satu keindahan yang
dapat dirasakan. Moral berasal dari bahasa Yunani yaitu “mos” yang berarti
kebiasasaan. Dan kebiasaan adalah hal-hal yang sering dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Kebiasan yang baik berawal dari pembiasaan, pencontohan, dan
pengajaran perilaku yang baik pula. Sebailknya, kebiasaan yang buruk juga
berawal dari pembiasaan, pencontohan, dan pengajaran yang buruk pula.
Sebuah bangsa dapat
dikatakan bangsa yang indah juga dilihat dari aspek keindahan moralnya.
Generasi muda yang menjunjung kebiasaan moral yang baik, akan memberikan dampak
bagi bangsa tersebut. Seperti ketekunan belajar akan mengantarkan generasi muda
tersebut menjadi para pelajar yang berprestasi bahkan dapat menjadi ahlinya di
bidang yang mereka kuasai. Hal ini juga tidak lepas, peran pemerintah dalam
memberikan propaganda keindahan moral melalui media yang ada.
Bayangkan saja, jika
sinergis antara pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan propaganda keindahan
moral ini terorganisir dengan baik. Seperti media yang mempunyai peranan
penting dalam memberikan stimulus positif kepada para penikmat visualnya.
Pemerintah yang gencar memberikan donasi, bantuan, hibah, kinerja positif, dan
menyatukan satu sinergis yang nyata dalam membangun sebuah peradaban yang
madani.
Peran madani di sini,
tidak melulu mencakup pada peranan islam, yang sudah dicap phobia terhadap
padanan katanya, atau sering disebut “Phobia Islam” atau “Islam Phobia.
Terlepas dari aspek tersebut, peran madani adalah penyaluran keindahan moral
yang beradab. Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, dalam bhineka tunggal
ika, menerangkan bahwa keindahan toleransi adalah suatu keindahan yang menjadi
ciri khas dari bangsa Inonesia itu sendiri. Bahkan nilai kesatuan yang terdapat
dalam pancasila, melambangkan keindahan moral yang mencerminkan budi untuk
menghargai satu sama lain. Oleh karena itu, penting kiranya memanusiakan
manusia seutuhnya, dengan cara menerapkan keindahan moral yang beragam bentuknya,
sehingga bisa dicerminkan bangsa Indonesia ini sebagai bangsa yang indah
dilihat dari cara bertingkah lakunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar