Minggu, 10 April 2016

SENSE OF MORAL BEAUTY



SENSE OF MORAL BEAUTY
Oleh Lu’lu Mar’atus Sholihah
            Keindahan seperti apa yang kita rindukan dalam realitas  kehidupan kita? Apakah keindahan yang mengacu pada pencerapan indera yang indah dirasakan oleh sense kita. Atau sebaliknya, yang justru pada dewasa ini, kebalikan dari keindahan tersebut, banyak digandrungi dan menjadi trend dari perkembangan zaman yang semakin menggila saja.
Keindahan menurut The Liang Gie dalam bukunya “Garis besar estetika”. Menururt asal katanya, dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata “beutiful” dalarn bahasa Perancis “beau”, sedang ltalia dan spanyol “bello” berasal dari kata latin “bellunl”, Akar katanya adalah “bonwn” yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi “bonellwn” dan terakhir diperpendek sehingga ditulis “bellum”.
Namun, dalam artikel ini, Endang Puji Astuti berpendapat bahwa keindahan adalah suatu kebenaran. Jika suatu karya tersebut merupakan saduran atau plagiat dari sebuah karya, maka keindahan itu dinilai kurang berestetika. Hal ini, ia contohkan pada lukisan Monalisa, yang dianggapnya kehilangan nilai estetikanya karena dasarnya tidak benar. Hal tersebut tidak hanya bersudut pada satu pemikirannya saja, namun harus mencari referensi yang dapat dibuktikan kebenarannya.
 Moralitas merupakan salah satu keindahan yang dapat dirasakan. Moral berasal dari bahasa Yunani yaitu “mos” yang berarti kebiasasaan. Dan kebiasaan adalah hal-hal yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasan yang baik berawal dari pembiasaan, pencontohan, dan pengajaran perilaku yang baik pula. Sebailknya, kebiasaan yang buruk juga berawal dari pembiasaan, pencontohan, dan pengajaran yang buruk pula.
Sebuah bangsa dapat dikatakan bangsa yang indah juga dilihat dari aspek keindahan moralnya. Generasi muda yang menjunjung kebiasaan moral yang baik, akan memberikan dampak bagi bangsa tersebut. Seperti ketekunan belajar akan mengantarkan generasi muda tersebut menjadi para pelajar yang berprestasi bahkan dapat menjadi ahlinya di bidang yang mereka kuasai. Hal ini juga tidak lepas, peran pemerintah dalam memberikan propaganda keindahan moral melalui media yang ada.
Bayangkan saja, jika sinergis antara pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan propaganda keindahan moral ini terorganisir dengan baik. Seperti media yang mempunyai peranan penting dalam memberikan stimulus positif kepada para penikmat visualnya. Pemerintah yang gencar memberikan donasi, bantuan, hibah, kinerja positif, dan menyatukan satu sinergis yang nyata dalam membangun sebuah peradaban yang madani.
Peran madani di sini, tidak melulu mencakup pada peranan islam, yang sudah dicap phobia terhadap padanan katanya, atau sering disebut “Phobia Islam” atau “Islam Phobia. Terlepas dari aspek tersebut, peran madani adalah penyaluran keindahan moral yang beradab. Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, dalam bhineka tunggal ika, menerangkan bahwa keindahan toleransi adalah suatu keindahan yang menjadi ciri khas dari bangsa Inonesia itu sendiri. Bahkan nilai kesatuan yang terdapat dalam pancasila, melambangkan keindahan moral yang mencerminkan budi untuk menghargai satu sama lain. Oleh karena itu, penting kiranya memanusiakan manusia seutuhnya, dengan cara menerapkan keindahan moral yang beragam bentuknya, sehingga bisa dicerminkan bangsa Indonesia ini sebagai bangsa yang indah dilihat dari cara bertingkah lakunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar