Minggu, 10 April 2016

Ikutan DM nya Kammi



Ikutan DM nya Kammi   

            Guys, do you know kammi? Yes, of course, i dont think so, haha.
            So, kammi adalah singkatan dari kesatuan aksi mahasiswa muslim indonesia. Nah, di kammi ini, ajangnya buat kita para mahasiswa aksi atau turun ke jalan. Kaya lagu yang digadang-gadang saat kita pertama kali masuk kampus.

            Wahai kalian yang turun ke jalan
            Demi memperjuangkan jiwa dan raga
            Untuk negeri tercinta ..
            Haha, aku gak apal ama lagu, yang setiap ospek, dinyanyikan. Secara, belum ngeh banget guna ospek itu apa. coz, di sana cuma ada berangkat subuh-subuh bener dan gertakan-gertakan yang bikin pengin tidur. Haha.
            So guys, kalau kalian ospek coba deh diresapi maknanya. Usut punya usut, aku baru sadar di semester tiga ini, ketika aku udah jadi panitianya ospek.
            Ternyata ospek itu ngajarin tentang solidaritas antar sesama. Kalian tau kan, yang pernah ngerasain ospek, kalau harus serempak apa yang dibawa, dipakai. Itu ngajarin ga ego sama temen sesama gentak ospek, keluh kesah juga makin menyolidkan kita para mahasiswa.
            Nah, di ospek juga ada acara gertak menggertak. Jadi, seolah-olah kita disuruh berani untuk membela temen-temen yang digertak itu. Dan yang ga berani bela, suatu saat setelah ospek, semisal ada kejadian yang tak mengenakkan, pasti si temen mbela. Gimana kita nya, untuk berbuat baik kepada sesama.
            Eits, jadi ngomongin ospek, haha. Maaf ya, ospek ku kurang berkesan si, jadi tak banyak aku bercerita, haha.
            Balik lagi ke kammi. Ini organisasi buat yang mau berkutat sama politik. Soalnya isi pemain kammi, sering banget bolak-balik masuk ke gedung DPR, kata mereka si main dan bincang tentang hak dan kewajiban serta mengkritik apa yang ada.
            Haha, main kok di gedung DPR.
            Nah, ranah kammi ini, diaplikasikan dalam miniatur kampus, jadi sebagai pemimpin untuk masa depan Unsoed tercinta. Tak jarang si, ada UKM-UKM lain yang juga ingin ada di posisi itu. Tapi sebelum kita diposisikan dalam miniatur tersebut.
            Kita yang emang pengin main politik, ditatar dulu di DM nya anak kammi. DM itu singkatan dari Daurah Marhalah atau lebih familiar training leadership atau latihan kepemimpinan.
            Again-again .. aku dapat sms dari nomor yang sama yang menginformasikan tentang akan adanya pemira – pemilihan raya nya Unsoed, isinya ..
            Salam muslim negarawan, buat kamu yang emang ngerasa student soedirman. Pastikan dateng di seminarnya Student Meeting Soedirman. Kita bakal ada di justisia 3 dari jam 8 sampai selesai. Pembicaranya seru-seru lho, serius .. langsung aja daftarkan dirimu ketik SMS_nama_fakultas kirim ke 08xxxxxxxxx  
Awalnya aku ga ngerasain ada hawa aneh di sms ini, coz secara anak baru biasa dapat sms seminar kaya gini. Dan semua pasti gencar buat perekrutan organisasinya.
Dengan PD nya abis nginep semalaman di rumah kakak. Jalan-jalan pagi dengan mengendarai motor menuju justisia. Ga ada pikiran negatif apapun tentang acara seminar ini.
Di sana juga ketemu sama orang-orang yang udah dikenal. Belia yang sedari kemarin lupa nama juga hadir di seminar itu, “Eh, Syeila ..” sapaku, sudah hapal, karena berkali-kali tanya nama.
“Eh, sya .. udah inget?” aku yang ditanya seperti itu, seperti tertampar malu karena berkali-kali nanya nama, dan lupa nanya lagi, mungkin setelah 25 kali tanya, baru inget, haha, Ilsya-Ilsya ..
Acara dimulai, openning yang kompak dari dua sejoli yang tak dikenal namanya, di depan sana sudah memperkenalkan diri. Namun, yang duduk di kursi ini telat mendengarkannya dengan seksama.
Mereka menyilakan peserta seminar untuk memperkenalkan diri, sepertinya MC lama sekali membujuk peserta, dan tidak ada yang mau, akh cuma memperkenalkan saja apa susahnya.
Akhirnya aku angkat tangan, maju, “Assalamu’alaikum .. hay, apa kabar muslim negarawan?” semangatku, kemudian dijawab serempak oleh peserta, “Hay, kenalkan .. aku Ilsya dari fakultas ilmu budaya jurusan sastra Indonesia.” Udah gitu aja, kemudian balik ke kursi segera.
“Eeh, buset. Kilat banget ya kenalan ya .. oke, cewek aja berani, mana cowoknya ni, masa kalah sama cewek!” katanya sambil memperhatikan dudukku. Yang lain juga ikut memperhatikan. Hadeh, berasa apa bu ..
Lama juga MC membujuk, tapi tak ada lagi yang mau memperkenalkan diri, oke, tak masalah. Seminar pun dimulai.
Jack Teroris, pemilik sekolah monyet di Jepang ini, telah melatih monyet-monyetnya itu untuk bisa melayani pelanggan makanan di kedainya. Kata Jack, dia melatih monyet karena monyet hanya meminta upah makan, mereka tak meminta uang bahkan sama sekali tak kenal lelah dalam melayani pelanggan. Ngirit ya ..
Dan ide untuk membuat sekolah monyet itu, berasal dari para monyet yang menjadi penghibur topeng monyet yang sering disiksa oleh pemiliknya. Dia yang ga tega sama monyet-monyet itu, membeli monyet itu dengan harga sepantasnya, dan mendidik monyet tersebut, sehingga menghasilkan uang yang justru lebih besar dari main topeng monyet itu, cadas.
Jack juga membagikan sebuah keinginan dalam bukunya yang ia beri judul “sekolah monyet” .. awalnya dia menyodorkan siapa yang mau duit? Semua peserta antusias mengacung, sekali lagi dia mengatakan siapa yang mau duit, dan melemparkan uang seratus rupiah, tak ada yang bergerak, akh, mungkin ini trik untuk dapat lebih. Segera aja aku pungut.
Sekali lagi dia bilang siapa yang mau duit, tak ada yang bangkit lagi, dan sekali lagi dia bilang siapa yang mau duit, empat orang bangkit dan memungut.
“Oke, kalian bisa menukar uang seratus perak itu, ke depan.” Aku dan keempat orang manut ke depan, dan apa yang kudapat, dia membagikan uang seratus ribu rupiah kepada kami. Haha, satu yang bisa diambil, jika kita menginginkan sesuatu maka bergeraklah untuk mewujudkan keinginan itu, okey.
 Ooooo, ternyata, ni seminar adalah perekrutan anggota untuk gabung bareng kammi. Haduh-haduh, mereka yang menjadi MC minta maaf bahwa mereka telah menjebak kami untuk ikut seminar ini. Uh, hahay, tak apalah seratus ribu juga udah di tangan, haha.
Saat sesi jawab bareng anak-anak kammi, yang mungkin kita-kita udah tau saat mereka ospek, ada presbem Unsoed kala ospek yang selalu menggemakan salam cinta untuk Unsoed, kemudian presbem sekarang yang mungkin terlanjur bagus kinerjanya, serta sekretaris bem kemarin yang meyakinkanku untuk ikutan kammi ini, hadeh.
“Okey, untuk permintaan maaf kami, mungkin ada pertanyaan atau pernyataan yang ada di unek-unek kalian dalam seminar ini?” cerianya.
Kemudian dengan gaya nyelenehku, bertanya, tanpa baku dan formal sekalipun, “Begini saya di wanti-wanti untuk tidak ikut kammi oleh teman saya. Katanya kammi ini demo, kammi ini aksi jalan, kammi ini keras, dan lain sebagainya, kemudian, apa yang bisa meyakinkan saya untuk bisa percaya pada kammi?”
Si kacamata itu angkat suara, “Diwanti-wanti ikut kami? Ya udah, kalau emang ragu, ga usah sekalian ikut kammi, kammi tidak butuh orang-orang yang takut dalam beraksi. Saya sarankan, jangan gabung kammi.” jawabnya, suara riuh dari anggota kammi lain pun sorak terdengar. Yang tak tahu strategi terlihat khawatir, aku tidak gabung kammi.
Yang khawatir itu pun mengutarakan gelisahnya, “Hasan Ali, kammi ini mmembutuhkan sosok penakut yang kita latih untuk menjadi pemberani, bagaimana anda dengan mudahnya bilang jangan gabung, sedangkan kita membutuhkan.”
“Tidak usah dijawab dengan pernyataan lagi, coba yang bersangkutan menjawab dengan mata hatinya.” jelasnya. Menggaung Oooo, ni Hasan Ali, yang Nada ceritakan itu.
***
            Hooaaam, nguapku kian melebar saja, sedari pagi dosen sudah menjejalkan teori baratnya untuk kami para mahasiswa mencerna secepatnya. Ngalor ngidul menceritakan tentang polemik sastra dan budaya barat atau timur di Indonesia.
            Indonesia yang bersikap netral menentukan teori mana yang menjadi kiblat bagi Indonesia. Budaya mana yang harus diikuti.
            Ngalor ngidul itu pun bermuara pada satu pemikiran netral lagi, “Kenapa harus berpolemik ya .. sudah lupakan saja, polemik yang ada. Kita para mahasiswa, ambil sisi positifnya saja. Kebudayaan yang baik kita ikuti, dan kebudayaan yang mencemarkan bangsa, otomatis kita tau lah harus berbuat apa, kalau bisa diluruskan kita luruskan, kalau tidak bisa diluruskan tidak usah diikuti. Netral.” tutupnya membuat uap ini berubah menjadi segar dan siap keluar kelas. Jangan lupa sebelum keluar, absen dulu, biar ga kena cekal.
            “Sya, gila ya kemarin seminarnya. Aku ga nyangka loh, itu kammi.” Spontan Syeila sambil mengemasi bukunya.
            “Hahay, aku juga ga nyangka. Tapi lumayan si, mereka juga udah keluar banyak kali ya buat bikin seminar kaya gitu. Secara di justisia, dorprise nya juga ga nanggung-nanggung, haha.”
            “Iya, mah .. kamu yang dapat itu, hahay. Tapi lumayan tu, yang dapet HP nya. Hhaaa. Eh, kamu lanjut ikut DM nya?” tanyanya. Ku sambut anggukan ya mantap untuk DM tersebut.
            “Kalau aku, ngerasa kaya dijebak, takutnya ke sana-sana malah ga tau jadinya kaya apa, takut dijebak lagi. Jadi, aku ga ikutan DM.” mantapnya, menyisakan ‘Lho ..’ sesi tanya jawab, mengapa? Haha.
***
            “Mba Anis ikutan DM kan?” tanyaku meyakinkannya. Dia juga segera mengangguk dan meyakinkan. Memang yang datang seminar dan tahu semua kejadian yang ada di justisia memang aku dan Syeila, mba Anis hanya mendengarkan dan kepo dengan kammi ini.
            “Okey, besok sore ya mba, kita ke rektorat, buat TM DM nya, okeh?” pastiku. Mba Anis, sasindo juga. Dia lebih tua dari Syeila dan lebih muda dariku, hahay, kalian tau sendiri lah aku bersenang-senang selama 2 tahun tidak sekolah. Senang-senang? Oh, ya?
***
            “Annisa, gini .. presbem Unsoed yang sekarang kan mau demisioner, nah, bulan ini DLM ngadain pemira, tau kan pemira, pemilihan raya, kaya pemilu gitu ..” jelasku, ketika ku dapati sosok ideal yang cocok dijadikan pacar, hahay.
            “Ya, aku ngerti, terus ada yang bisa dibantu?” ramahnya makin lengkap untuk para lelaki membidik dia, hahay.
            “Iya, jadi gini, aku kemarin ikut oprek panitia itu di bawasranya, kaya badan pengawas pemira, dan tau ga, dari sebelas  yang regist sms dan delapan orang yang dateng perdana, cuma empat yang bertahan. So, pasti kamu tahu lah, maksud aku.” jelasku hati-hati.
            Annisa manggut-manggut, paham. Dan dia pun, “Okey, aku bisa bantu.” pastinya. Membinarkan mataku. “Seriusan? Okey, nanti sore aku kenalin kamu sama anak DLM nya, terus nanti malem juga ada rapat .. kita bisa ketemu sama anak-anak bawasra dan KPR lainnya.” bungahku. 
            Huh, lega. Ajakanku disambut dengan antusias. Hahay, okey, bawasra on pemira.
***
            Lepas diuap lagi oleh para dosen. Jejalan-jejalan teori yang nglotok, sampai di luar kepala. Terjelaskan kembali dan dapat dengan mudah menarikan bolpen di atas kertas ujian. Dan dengan mudahnya menggoreskan nilai A, untuk uapan-uapan para dosen. Hahay, keren sekali uap itu.
            Justru Annisa yang antusias mengajakku untuk mengisi perut terlebih dahulu sembari menunggu jam janjian kita dengan anak DLM. Hahay, Gurame Magnet, pilihan kami. Annisa menceritakan tentang dirinya, begitu pula aku juga menceritakan tentang diriku. Sepertinya persahabatan ini akan terbina begitu tulus.
            “Eh, udah jam segini, jadi telat kan, nanti anak DLM itu nungguin kita kelamaan.” ingatnya.
            “Oh ya ya, aduh kita ngobrol ngalor ngidul sampai lupa ada janjian ya, so, keren banget kisah hidupmu, aku salut sama ketegaranmu.” pujiku sembari merapikan sana-sini. Mengemas tas dan lanjut ke kasir.
            “Kisah hidup kamu juga penuh perjuangan, keren lho, dua tahun di rumah sakit, dan di masa itu malah ikutan casting model, keren-keren. Haha.” pujinya kembali.
            “Lain kali kita ngobrol-ngobrol lagi ya, aku masih pengen denger perjuanganmu setelah ayahmu pulang ke rumah tuhan.” lanjutku lagi. Dia tidak sama sekali bersedih, namun, binaran menuju ke sekre DLM lah yang terus menerus ku tangkap.
            Langkah kami semakin dekat ke arah komplek PKM, tempat UKM-UKM di Unsoed bersarang, atau di sebut sekre kepanjangan dari sekretariat UKM tersebut.
            Mantap kami mendapati sosok yang sedari tadi menunggu kami di depan sekre. Sekre DLM rupanya menduduki sekre lantai atas, sederet dengan UKM basket dan taekwondo.
            “Hay, sya .. ini yang namanya Annisa?” sambutnya. Annisa pun memperkenalkan diri dan menjulurkan tangannya. Mbak Tari pun segera berkocak-kocak ria, sambil menginterview Annisa.
            “Okey, sepertinya kamu bisa jadi bawasra pemira ini, dan selamat bergabung di bawasra, nanti malam ada rapat. Dan pastikan kalian dateng. okey?” pastinya. Membuat kami yang tak mengerti akan secepat ini pamit undur diri.
***
            Masih penat seharian ada di kampus, satu sms dari Ridwan temen sasindo masuk,
            Lu, kamu dapat sms dari Goen Tour? Sore ini, jam 5, ada pelatihan pemanduan. Aku nebeng ya, coz, aku ga ada tebengan.
Tapi, ku replay ..
            Wan, si Emseh kemarin ikut daftar kan dia. Kamu bareng Emseh aja. Maaf ya bukannya ga mau nebengin. Kita langsung ketemu aja di Goen Tour ya.
Dan tak terespon lagi. Huh, masih capek, ada agenda. Dan .. oke deh, tancap ke kantor Goen Tour.
Laju kami semakin cepat, dan terhenti di satu tempat bersama. Ku dapati tempat itu sudah penuh dengan motor-motor yang terparkir. Satu sosok ku kenal, “Emseh, ga masuk?” tanyaku.
“Iya, aku kurang syaratnya, kata mereka.” jawabnya. Dia lama menunggu di Gazebo, bermata nanar juga ingin bergabung di sana. Serasa ingin berinisiatif untuk bicara pada anak-anak Goen Tour, tapi aku kan baru, belum ada hak masukin anak ke Goen Tour. Lagian jika aku ngotot masukin Emseh ke kantor biro wisata itu, mungkin-mungkin akan dicap tak baik untuk diriku.
Magrib itu pelatihan pemanduan usai. Ridwan tak mendapati Emseh di Gazebo. Iya lah, hati mana yang tahan dianggurin kaya gini. Dan dia, “Sya, aku nebeng ya sampai PKM aja, aku ada agenda di sekre KSR.” pintanya.
Dia di depan. Dan aku membonceng dirinya. Dan aku lupa mengisi bensin motorku. Hahay, sedari awal dia sudah merasa ada sesuatu yang tak enak di motorku. Dan dia mencoba untuk bilang hal itu, aku yang lupa .. ya, biasa aja menjaga duduk di belakang. Lagi fokus sama jalan, tiba-tiba, “Eh, sya-sya .. ini motor kamu, kayanya mau berhenti dei. Eh, buset .. beneran berhenti.” gerutunya.
“Iya, aku lupa isi bensin, ya udah yuk, sama-sama dorong cari bensin, eh di depan kayanya ada yang jual.” Inisiatifku.
Aku lihat Ridwan yang menggiring motorku nampak kehabisan napas. Aku juga menyadari kondisi badannya sedang tak sehat. “Kamu tau sya? Kemarin malem aku dikerokin sama Faizin.” ceritanya. Aku jadi makin bersalah. Namun, motorku langsung bisa jalan lagi setelah meminum cairan keemasan berkilah-kilah itu.
“Udah ya, sya .. aku mau ke KSR dulu, nanti aku pulang sendiri aja ke kosan, makasih ya.” katanya sambil meninggalkan aku dan motorku di depan Aula PKM.
Di sana, sudah terlihat anak-anak KPR, Bawasra, dan DLM yang sedang bersiap akan merapatkan diri.
“Sya, kamu sama siapa? Inget ya, dijaga pergaulannya. Masih ada di koridor ya.” nasehat Mbak Tari, anak DLM yang juga anak kammi yang sedang mencanda dengan anak-anak pemira lainnya.
Si kaca mata itu, yang melihatku dibonceng Ridwan pun, seperti berulah bak anak kecil. Aku tak merasa dia cemburu, tapi dia berusaha untuk menjadikan aku cemburu, iya kah? Masa sih?
Dia menyemprot-nyemprotkan parfum pada belia cantik berjilbab krem yang nampak ceria di sekre BEM. Mbak Tari geleng-geleng serambi mengomentari, “Itu .. tu, kak Hasan lagi kaya anak kecil ya.”
***
            Magnetnya terasa sekali di TM DM kammi, sedari sore sudah bergegas ke rektorat. Mba Anis sudah mantap dengan niatnya. Dan aku hanya ikutan saja, untuk sekedar merasakan sensasi organisasi.
            Lama menunggu, hanya segelintir pemudi-pemudi yang belum akrab dan tak mengakrabkan diri juga. Pasalnya, mereka sedang sibuk berbenah sendiri dan kami yang kruyukan juga tak tahan duduk berlama-lama dalam ruang pendingin berderajad dua puluh itu.
            “Mba Anis, cari makan dulu, yuk!” ajakku. Belia yang matang itu pun manut mengikuti kekruyukan ini. Dia juga sama-sama belum terisi selama mengemban ilmu seharian.
            Aku mengambil kembali motor dari tempatnya yang nyaman. Membelok ke arah sumber-sumber keruyukan itu berjejer. “Mba Anis mau jajan apa ni?” tanyaku untuk membuat mba Anis memberitahukan keinginannya. Tapi just, “Terserah.” Hadeh, ya sudah .. ku bawa mba Anis pada satu gerobak yang biasa kubeli. Ingin banget makaroni pedes ..
            Setelah itu kembali lagi ke belakang rektorat, mencari tempat teduh untuk memuaskan cacing-cacing yang demo minta jatah. Lagi enak-enaknya makan, mba Anis seperti canggung menyantap jajanku, “Udah, makan aja mba Anis .. anggap aja, jajanku jajan mba Anis juga.” ucapku meretas kecanggungan.
            Lepas dari kecemat-cemotan makan makaroni ini, kami mencari air untuk membersihkan muka, hadeh, di Rektorat sebesar ini, susah cari air, so, kita lap kecemat-cemotan kita menggunakan kain yang ada, kebetulan mba Anis bawa anduk kecil.
            Cacing yang demo itu, udah capek berkoar-koar dan rerep dari tuntutannya. Tak terdengar lagi keruyukan, minta dipenuhi jatahnya. Tak mendengar sumber lapar itu berkoar lagi, kami memutuskan untuk masuk ke dalam.
            Langkahnya mantap cepat-cepat, lagi-lagi si kacamata dengan jaket kamminya berjalan segera. Aku tak berpikir dia anak kammi. Semenjak seminar itu pun, aku tak berpikir itu UKM kammi, yang aku rasakan, kebetulan aku nyaman aja di UKM itu, sehingga kuputuskan untuk bergabung dengan mereka.
            And than, ketika langkahnya ada yang memperhatikan. Si kaca mata itu pun menghentikan kakinya, “Lho, pada ga masuk?”
            “Kita mau nurunin makanan dulu.” jawabku. Kemudian tergugah untuk mepercepat langkah menuju Aula Rektorat. Aku bingung. Sedari sampai di ruangan itu, hingga memutuskan membeli jajan dulu, sampai detik ini, peserta TM DM kammi itu bisa dihitung jari. Mungkin lima orang yang duduk di ruangan seluas itu. Dua laki-laki dan tiga perempuan, duile .. kirain bakal seabrek ini se-shof aja kurang.
***
            DM itu akhirnya terjadi juga. Aku yang masih belum tahu apa yang harus kerjakan sekarang dan harus bicara apa. Diam tenang mendengarkan. Namun, satu sesi syahadat ini yang membuat aku seakan ingin bicara.
            Syahadat adalah mengikrarkan diri bahwa tidak ada tuhan yang hak untuk disembah selain Allah. Dan nabi Muhammad adalah utusan Allah.
            Itu sudah familiar, bagi kita kalangan muslim, namun yang menjadi polemik adalah ketika syahadat itu harus diikrarkan atau tidak diikrarkan.
            “Menurut saya, syahadat tidak harus diikrarkan, karena sejatinya kita sudah islam. Dari dilahirkan Allah telah menetapkan setiap manusia islam, hanya orangtuanya saja yang membawa si anak itu kemana. Apakah majusi, yahudi, nasrani, ataupun tetap pada islam itu sendiri. Akan sangat terhinanya kita yang sudah yakin islam, dituntut untuk berikrar kembali. rasanya tidak dipercaya lagi keislamannya.” terang peserta yang kontra syahadat harus diikrarkan kembali.
            “Bukankah yang menjadikan islam kita adalah orangtua kita. Kita sendiri, belum pernah menyatakan diri bahwa kita islam, dan ikrar kita sangat berarti. Bukan suatu hinaan jika, kita bangga dan membuka jati diri bahwa aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah. Justru akan semakin cinta jika kita terus menerus memperbarui syahadat kita. Inilah kerelaan diri kepada Allah yang kita publikasikan.” bantahnya secara santun dengan pro dirinya atas polemik syahadat tersebut.
            Kemudian seseorang menengahi, “Yang ingin diikrarkan sok atuh diikrarkan. Yang merasa terhina dianggap kehilangan kepercayaan terhadap dirinya tentang islam, sok atuh disolehkan secara sembunyi-sembunyi. Islam itu mudah. Jadi, tak usah memperdebatkan yang sudah jelas. Hanya saja, itu bagi muslim, terserah mau diikrarkan lagi atau tidak. Tapi bagi non-Is harus, bahkan wajib untuk dipublikasikan bahwa dirinya telah masuk islam.” netralnya.
            Kemudian, dilanjut dengan syumuliatul islam atau kesempurnaan islam. Membahas tentang islam yang rahmatan lil alamin, yang membuat aku tertampar akan kesombonganku kepada pemilik bumi.
            Haduh, sering kali tak percaya bahwa tuhan telah menuliskan naskah kehidupan untuk dilakonkan oleh manusia. Dan selama ini, mungkin lakon ku tritagonis. Hahay.
            And than, diskusi tentang problematika umat yang mengharuskan peran pemuda islam harus bergerak. Mereka bertanya apa si problematika umat itu. Ya, banyak sekali.
            Pertama, problem ketika banyak yang bersedia mendalami agama namun, yang dalam agamanya sudah sukar ditemui. Itu yang menampar kami kembali untuk, rela meluangkan waktu menimba ilmu agama.
            Kedua, problematika umat ketika yang dalam ilmunya sudah semakin banyak, namun, tidak ada yang tergugah untuk mendalami ilmu agama. Nah, ini problem yang biasa ditemukan. Dan bagaimana cara umat yang dalam ilmunya tersebut untuk mengemas suatu metode yang menarik sehingga dengan sendirinya mereka mendekati sumber ketertarikan tersebut.
            Dan masih banyak lagi, yang dibahas sehingga larut lah kami dalam pemikiran-pemikiran yang harus tergugah melihat masyarakat.
            Sesi group discussion, biasanya cewek – cowok dipisah dengan sempurna. Namun, di sesi ini, kami dibaur untuk ta’aruf satu sama lain. Kali ini aku bersama mba Anis, dan dua pemuda yang belum ku kenal namanya. “Eh, kayanya kelompokan belum kenal nama ga sreg ya, siapa aja ni, aku Irshan.” sapanya mencairkan kebekuan sedari tadi.
            “Mantap, aku Ilsya ..” sambungku tanpa banyak diuraikan. And than, “Aku Anis ..” mba Anis juga tak bertele di depan para cowok muslim atau biasa kita sebut ikhwan. Haha, ikhwan. Aku akhwat, dong, hahay.
            “Okey, gue Rasyid.” tutupnya.
            Mungkin ini yang mengakhiri DM kammi ini dan hari kedua pun berlalu dengan hati yang telah terpaut. Entah terpaut dengan siapa, aku melepas semua yang akan menjadi kawan baruku ini.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar