Ikutan DM nya
Kammi
Guys, do
you know kammi? Yes, of course, i dont think so, haha.
So,
kammi adalah singkatan dari kesatuan aksi mahasiswa muslim indonesia. Nah, di
kammi ini, ajangnya buat kita para mahasiswa aksi atau turun ke jalan. Kaya
lagu yang digadang-gadang saat kita pertama kali masuk kampus.
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi memperjuangkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta ..
Haha,
aku gak apal ama lagu, yang setiap ospek, dinyanyikan. Secara, belum ngeh
banget guna ospek itu apa. coz, di sana cuma ada berangkat subuh-subuh bener dan
gertakan-gertakan yang bikin pengin tidur. Haha.
So guys,
kalau kalian ospek coba deh diresapi maknanya. Usut punya usut, aku baru sadar
di semester tiga ini, ketika aku udah jadi panitianya ospek.
Ternyata
ospek itu ngajarin tentang solidaritas antar sesama. Kalian tau kan, yang
pernah ngerasain ospek, kalau harus serempak apa yang dibawa, dipakai. Itu
ngajarin ga ego sama temen sesama gentak ospek, keluh kesah juga makin
menyolidkan kita para mahasiswa.
Nah, di
ospek juga ada acara gertak menggertak. Jadi, seolah-olah kita disuruh berani
untuk membela temen-temen yang digertak itu. Dan yang ga berani bela, suatu
saat setelah ospek, semisal ada kejadian yang tak mengenakkan, pasti si temen
mbela. Gimana kita nya, untuk berbuat baik kepada sesama.
Eits,
jadi ngomongin ospek, haha. Maaf ya, ospek ku kurang berkesan si, jadi tak
banyak aku bercerita, haha.
Balik
lagi ke kammi. Ini organisasi buat yang mau berkutat sama politik. Soalnya isi
pemain kammi, sering banget bolak-balik masuk ke gedung DPR, kata mereka si
main dan bincang tentang hak dan kewajiban serta mengkritik apa yang ada.
Haha,
main kok di gedung DPR.
Nah,
ranah kammi ini, diaplikasikan dalam miniatur kampus, jadi sebagai pemimpin
untuk masa depan Unsoed tercinta. Tak jarang si, ada UKM-UKM lain yang juga
ingin ada di posisi itu. Tapi sebelum kita diposisikan dalam miniatur tersebut.
Kita
yang emang pengin main politik, ditatar dulu di DM nya anak kammi. DM itu
singkatan dari Daurah Marhalah atau lebih familiar training leadership atau
latihan kepemimpinan.
Again-again
.. aku dapat sms dari nomor yang sama yang menginformasikan tentang akan adanya
pemira – pemilihan raya nya Unsoed, isinya ..
Salam muslim negarawan, buat kamu
yang emang ngerasa student soedirman. Pastikan dateng di seminarnya Student
Meeting Soedirman. Kita bakal ada di justisia 3 dari jam 8 sampai selesai.
Pembicaranya seru-seru lho, serius .. langsung aja daftarkan dirimu ketik
SMS_nama_fakultas kirim ke 08xxxxxxxxx
Awalnya aku ga ngerasain ada hawa aneh di sms ini, coz
secara anak baru biasa dapat sms seminar kaya gini. Dan semua pasti gencar buat
perekrutan organisasinya.
Dengan PD nya abis nginep semalaman di rumah kakak.
Jalan-jalan pagi dengan mengendarai motor menuju justisia. Ga ada pikiran
negatif apapun tentang acara seminar ini.
Di sana juga ketemu sama orang-orang yang udah dikenal.
Belia yang sedari kemarin lupa nama juga hadir di seminar itu, “Eh, Syeila ..”
sapaku, sudah hapal, karena berkali-kali tanya nama.
“Eh, sya .. udah inget?” aku yang ditanya seperti itu,
seperti tertampar malu karena berkali-kali nanya nama, dan lupa nanya lagi,
mungkin setelah 25 kali tanya, baru inget, haha, Ilsya-Ilsya ..
Acara dimulai, openning yang kompak dari dua sejoli yang
tak dikenal namanya, di depan sana sudah memperkenalkan diri. Namun, yang duduk
di kursi ini telat mendengarkannya dengan seksama.
Mereka menyilakan peserta seminar untuk memperkenalkan
diri, sepertinya MC lama sekali membujuk peserta, dan tidak ada yang mau, akh cuma
memperkenalkan saja apa susahnya.
Akhirnya aku angkat tangan, maju, “Assalamu’alaikum ..
hay, apa kabar muslim negarawan?” semangatku, kemudian dijawab serempak oleh
peserta, “Hay, kenalkan .. aku Ilsya dari fakultas ilmu budaya jurusan sastra
Indonesia.” Udah gitu aja, kemudian balik ke kursi segera.
“Eeh, buset. Kilat banget ya kenalan ya .. oke, cewek aja
berani, mana cowoknya ni, masa kalah sama cewek!” katanya sambil memperhatikan
dudukku. Yang lain juga ikut memperhatikan. Hadeh, berasa apa bu ..
Lama juga MC membujuk, tapi tak ada lagi yang mau
memperkenalkan diri, oke, tak masalah. Seminar pun dimulai.
Jack Teroris, pemilik sekolah monyet di Jepang ini, telah
melatih monyet-monyetnya itu untuk bisa melayani pelanggan makanan di kedainya.
Kata Jack, dia melatih monyet karena monyet hanya meminta upah makan, mereka
tak meminta uang bahkan sama sekali tak kenal lelah dalam melayani pelanggan.
Ngirit ya ..
Dan ide untuk membuat sekolah monyet itu, berasal dari
para monyet yang menjadi penghibur topeng monyet yang sering disiksa oleh
pemiliknya. Dia yang ga tega sama monyet-monyet itu, membeli monyet itu dengan
harga sepantasnya, dan mendidik monyet tersebut, sehingga menghasilkan uang
yang justru lebih besar dari main topeng monyet itu, cadas.
Jack juga membagikan sebuah keinginan dalam bukunya yang
ia beri judul “sekolah monyet” .. awalnya dia menyodorkan siapa yang mau duit?
Semua peserta antusias mengacung, sekali lagi dia mengatakan siapa yang mau
duit, dan melemparkan uang seratus rupiah, tak ada yang bergerak, akh, mungkin
ini trik untuk dapat lebih. Segera aja aku pungut.
Sekali lagi dia bilang siapa yang mau duit, tak ada yang
bangkit lagi, dan sekali lagi dia bilang siapa yang mau duit, empat orang
bangkit dan memungut.
“Oke, kalian bisa menukar uang seratus perak itu, ke depan.”
Aku dan keempat orang manut ke depan, dan apa yang kudapat, dia membagikan uang
seratus ribu rupiah kepada kami. Haha, satu yang bisa diambil, jika kita
menginginkan sesuatu maka bergeraklah untuk mewujudkan keinginan itu, okey.
Ooooo, ternyata,
ni seminar adalah perekrutan anggota untuk gabung bareng kammi. Haduh-haduh,
mereka yang menjadi MC minta maaf bahwa mereka telah menjebak kami untuk ikut
seminar ini. Uh, hahay, tak apalah seratus ribu juga udah di tangan, haha.
Saat sesi jawab bareng anak-anak kammi, yang mungkin
kita-kita udah tau saat mereka ospek, ada presbem Unsoed kala ospek yang selalu
menggemakan salam cinta untuk Unsoed, kemudian presbem sekarang yang mungkin
terlanjur bagus kinerjanya, serta sekretaris bem kemarin yang meyakinkanku untuk
ikutan kammi ini, hadeh.
“Okey, untuk permintaan maaf kami, mungkin ada pertanyaan
atau pernyataan yang ada di unek-unek kalian dalam seminar ini?” cerianya.
Kemudian dengan gaya nyelenehku, bertanya, tanpa baku dan
formal sekalipun, “Begini saya di wanti-wanti untuk tidak ikut kammi oleh teman
saya. Katanya kammi ini demo, kammi ini aksi jalan, kammi ini keras, dan lain
sebagainya, kemudian, apa yang bisa meyakinkan saya untuk bisa percaya pada
kammi?”
Si kacamata itu angkat suara, “Diwanti-wanti ikut kami?
Ya udah, kalau emang ragu, ga usah sekalian ikut kammi, kammi tidak butuh
orang-orang yang takut dalam beraksi. Saya sarankan, jangan gabung kammi.”
jawabnya, suara riuh dari anggota kammi lain pun sorak terdengar. Yang tak tahu
strategi terlihat khawatir, aku tidak gabung kammi.
Yang khawatir itu pun mengutarakan gelisahnya, “Hasan
Ali, kammi ini mmembutuhkan sosok penakut yang kita latih untuk menjadi
pemberani, bagaimana anda dengan mudahnya bilang jangan gabung, sedangkan kita
membutuhkan.”
“Tidak usah dijawab dengan pernyataan lagi, coba yang
bersangkutan menjawab dengan mata hatinya.” jelasnya. Menggaung Oooo, ni Hasan
Ali, yang Nada ceritakan itu.
***
Hooaaam,
nguapku kian melebar saja, sedari pagi dosen sudah menjejalkan teori baratnya
untuk kami para mahasiswa mencerna secepatnya. Ngalor ngidul menceritakan
tentang polemik sastra dan budaya barat atau timur di Indonesia.
Indonesia
yang bersikap netral menentukan teori mana yang menjadi kiblat bagi Indonesia.
Budaya mana yang harus diikuti.
Ngalor
ngidul itu pun bermuara pada satu pemikiran netral lagi, “Kenapa harus
berpolemik ya .. sudah lupakan saja, polemik yang ada. Kita para mahasiswa,
ambil sisi positifnya saja. Kebudayaan yang baik kita ikuti, dan kebudayaan
yang mencemarkan bangsa, otomatis kita tau lah harus berbuat apa, kalau bisa
diluruskan kita luruskan, kalau tidak bisa diluruskan tidak usah diikuti. Netral.”
tutupnya membuat uap ini berubah menjadi segar dan siap keluar kelas. Jangan
lupa sebelum keluar, absen dulu, biar ga kena cekal.
“Sya,
gila ya kemarin seminarnya. Aku ga nyangka loh, itu kammi.” Spontan Syeila
sambil mengemasi bukunya.
“Hahay,
aku juga ga nyangka. Tapi lumayan si, mereka juga udah keluar banyak kali ya
buat bikin seminar kaya gitu. Secara di justisia, dorprise nya juga ga
nanggung-nanggung, haha.”
“Iya,
mah .. kamu yang dapat itu, hahay. Tapi lumayan tu, yang dapet HP nya. Hhaaa.
Eh, kamu lanjut ikut DM nya?” tanyanya. Ku sambut anggukan ya mantap untuk DM
tersebut.
“Kalau
aku, ngerasa kaya dijebak, takutnya ke sana-sana malah ga tau jadinya kaya apa,
takut dijebak lagi. Jadi, aku ga ikutan DM.” mantapnya, menyisakan ‘Lho ..’
sesi tanya jawab, mengapa? Haha.
***
“Mba
Anis ikutan DM kan?” tanyaku meyakinkannya. Dia juga segera mengangguk dan
meyakinkan. Memang yang datang seminar dan tahu semua kejadian yang ada di
justisia memang aku dan Syeila, mba Anis hanya mendengarkan dan kepo dengan
kammi ini.
“Okey, besok
sore ya mba, kita ke rektorat, buat TM DM nya, okeh?” pastiku. Mba Anis,
sasindo juga. Dia lebih tua dari Syeila dan lebih muda dariku, hahay, kalian
tau sendiri lah aku bersenang-senang selama 2 tahun tidak sekolah. Senang-senang?
Oh, ya?
***
“Annisa,
gini .. presbem Unsoed yang sekarang kan mau demisioner, nah, bulan ini DLM
ngadain pemira, tau kan pemira, pemilihan raya, kaya pemilu gitu ..” jelasku,
ketika ku dapati sosok ideal yang cocok dijadikan pacar, hahay.
“Ya, aku
ngerti, terus ada yang bisa dibantu?” ramahnya makin lengkap untuk para lelaki
membidik dia, hahay.
“Iya,
jadi gini, aku kemarin ikut oprek panitia itu di bawasranya, kaya badan
pengawas pemira, dan tau ga, dari sebelas yang regist sms dan delapan orang yang dateng
perdana, cuma empat yang bertahan. So, pasti kamu tahu lah, maksud aku.” jelasku
hati-hati.
Annisa
manggut-manggut, paham. Dan dia pun, “Okey, aku bisa bantu.” pastinya.
Membinarkan mataku. “Seriusan? Okey, nanti sore aku kenalin kamu sama anak DLM
nya, terus nanti malem juga ada rapat .. kita bisa ketemu sama anak-anak
bawasra dan KPR lainnya.” bungahku.
Huh,
lega. Ajakanku disambut dengan antusias. Hahay, okey, bawasra on pemira.
***
Lepas
diuap lagi oleh para dosen. Jejalan-jejalan teori yang nglotok, sampai di luar
kepala. Terjelaskan kembali dan dapat dengan mudah menarikan bolpen di atas
kertas ujian. Dan dengan mudahnya menggoreskan nilai A, untuk uapan-uapan para
dosen. Hahay, keren sekali uap itu.
Justru
Annisa yang antusias mengajakku untuk mengisi perut terlebih dahulu sembari
menunggu jam janjian kita dengan anak DLM. Hahay, Gurame Magnet, pilihan kami.
Annisa menceritakan tentang dirinya, begitu pula aku juga menceritakan tentang
diriku. Sepertinya persahabatan ini akan terbina begitu tulus.
“Eh,
udah jam segini, jadi telat kan, nanti anak DLM itu nungguin kita kelamaan.” ingatnya.
“Oh ya
ya, aduh kita ngobrol ngalor ngidul sampai lupa ada janjian ya, so, keren
banget kisah hidupmu, aku salut sama ketegaranmu.” pujiku sembari merapikan
sana-sini. Mengemas tas dan lanjut ke kasir.
“Kisah
hidup kamu juga penuh perjuangan, keren lho, dua tahun di rumah sakit, dan di
masa itu malah ikutan casting model, keren-keren. Haha.” pujinya kembali.
“Lain
kali kita ngobrol-ngobrol lagi ya, aku masih pengen denger perjuanganmu setelah
ayahmu pulang ke rumah tuhan.” lanjutku lagi. Dia tidak sama sekali bersedih,
namun, binaran menuju ke sekre DLM lah yang terus menerus ku tangkap.
Langkah
kami semakin dekat ke arah komplek PKM, tempat UKM-UKM di Unsoed bersarang,
atau di sebut sekre kepanjangan dari sekretariat UKM tersebut.
Mantap
kami mendapati sosok yang sedari tadi menunggu kami di depan sekre. Sekre DLM
rupanya menduduki sekre lantai atas, sederet dengan UKM basket dan taekwondo.
“Hay,
sya .. ini yang namanya Annisa?” sambutnya. Annisa pun memperkenalkan diri dan
menjulurkan tangannya. Mbak Tari pun segera berkocak-kocak ria, sambil
menginterview Annisa.
“Okey,
sepertinya kamu bisa jadi bawasra pemira ini, dan selamat bergabung di bawasra,
nanti malam ada rapat. Dan pastikan kalian dateng. okey?” pastinya. Membuat
kami yang tak mengerti akan secepat ini pamit undur diri.
***
Masih
penat seharian ada di kampus, satu sms dari Ridwan temen sasindo masuk,
Lu, kamu dapat sms dari Goen Tour?
Sore ini, jam 5, ada pelatihan pemanduan. Aku nebeng ya, coz, aku ga ada
tebengan.
Tapi, ku replay ..
Wan, si Emseh kemarin ikut daftar kan dia.
Kamu bareng Emseh aja. Maaf ya bukannya ga mau nebengin. Kita langsung ketemu
aja di Goen Tour ya.
Dan tak terespon lagi. Huh, masih capek, ada agenda. Dan
.. oke deh, tancap ke kantor Goen Tour.
Laju kami semakin cepat, dan terhenti di satu tempat
bersama. Ku dapati tempat itu sudah penuh dengan motor-motor yang terparkir.
Satu sosok ku kenal, “Emseh, ga masuk?” tanyaku.
“Iya, aku kurang syaratnya, kata mereka.” jawabnya. Dia
lama menunggu di Gazebo, bermata nanar juga ingin bergabung di sana. Serasa
ingin berinisiatif untuk bicara pada anak-anak Goen Tour, tapi aku kan baru,
belum ada hak masukin anak ke Goen Tour. Lagian jika aku ngotot masukin Emseh
ke kantor biro wisata itu, mungkin-mungkin akan dicap tak baik untuk diriku.
Magrib itu pelatihan pemanduan usai. Ridwan tak mendapati
Emseh di Gazebo. Iya lah, hati mana yang tahan dianggurin kaya gini. Dan dia,
“Sya, aku nebeng ya sampai PKM aja, aku ada agenda di sekre KSR.” pintanya.
Dia di depan. Dan aku membonceng dirinya. Dan aku lupa
mengisi bensin motorku. Hahay, sedari awal dia sudah merasa ada sesuatu yang
tak enak di motorku. Dan dia mencoba untuk bilang hal itu, aku yang lupa .. ya,
biasa aja menjaga duduk di belakang. Lagi fokus sama jalan, tiba-tiba, “Eh,
sya-sya .. ini motor kamu, kayanya mau berhenti dei. Eh, buset .. beneran
berhenti.” gerutunya.
“Iya, aku lupa isi bensin, ya udah yuk, sama-sama dorong
cari bensin, eh di depan kayanya ada yang jual.” Inisiatifku.
Aku lihat Ridwan yang menggiring motorku nampak kehabisan
napas. Aku juga menyadari kondisi badannya sedang tak sehat. “Kamu tau sya?
Kemarin malem aku dikerokin sama Faizin.” ceritanya. Aku jadi makin bersalah.
Namun, motorku langsung bisa jalan lagi setelah meminum cairan keemasan
berkilah-kilah itu.
“Udah ya, sya .. aku mau ke KSR dulu, nanti aku pulang
sendiri aja ke kosan, makasih ya.” katanya sambil meninggalkan aku dan motorku
di depan Aula PKM.
Di sana, sudah terlihat anak-anak KPR, Bawasra, dan DLM
yang sedang bersiap akan merapatkan diri.
“Sya, kamu sama siapa? Inget ya, dijaga pergaulannya. Masih
ada di koridor ya.” nasehat Mbak Tari, anak DLM yang juga anak kammi yang
sedang mencanda dengan anak-anak pemira lainnya.
Si kaca mata itu, yang melihatku dibonceng Ridwan pun,
seperti berulah bak anak kecil. Aku tak merasa dia cemburu, tapi dia berusaha
untuk menjadikan aku cemburu, iya kah? Masa sih?
Dia menyemprot-nyemprotkan parfum pada belia cantik
berjilbab krem yang nampak ceria di sekre BEM. Mbak Tari geleng-geleng serambi
mengomentari, “Itu .. tu, kak Hasan lagi kaya anak kecil ya.”
***
Magnetnya
terasa sekali di TM DM kammi, sedari sore sudah bergegas ke rektorat. Mba Anis
sudah mantap dengan niatnya. Dan aku hanya ikutan saja, untuk sekedar merasakan
sensasi organisasi.
Lama
menunggu, hanya segelintir pemudi-pemudi yang belum akrab dan tak mengakrabkan
diri juga. Pasalnya, mereka sedang sibuk berbenah sendiri dan kami yang
kruyukan juga tak tahan duduk berlama-lama dalam ruang pendingin berderajad dua
puluh itu.
“Mba
Anis, cari makan dulu, yuk!” ajakku. Belia yang matang itu pun manut mengikuti
kekruyukan ini. Dia juga sama-sama belum terisi selama mengemban ilmu seharian.
Aku
mengambil kembali motor dari tempatnya yang nyaman. Membelok ke arah
sumber-sumber keruyukan itu berjejer. “Mba Anis mau jajan apa ni?” tanyaku
untuk membuat mba Anis memberitahukan keinginannya. Tapi just, “Terserah.”
Hadeh, ya sudah .. ku bawa mba Anis pada satu gerobak yang biasa kubeli. Ingin
banget makaroni pedes ..
Setelah
itu kembali lagi ke belakang rektorat, mencari tempat teduh untuk memuaskan
cacing-cacing yang demo minta jatah. Lagi enak-enaknya makan, mba Anis seperti
canggung menyantap jajanku, “Udah, makan aja mba Anis .. anggap aja, jajanku
jajan mba Anis juga.” ucapku meretas kecanggungan.
Lepas
dari kecemat-cemotan makan makaroni ini, kami mencari air untuk membersihkan
muka, hadeh, di Rektorat sebesar ini, susah cari air, so, kita lap
kecemat-cemotan kita menggunakan kain yang ada, kebetulan mba Anis bawa anduk
kecil.
Cacing
yang demo itu, udah capek berkoar-koar dan rerep dari tuntutannya. Tak
terdengar lagi keruyukan, minta dipenuhi jatahnya. Tak mendengar sumber lapar
itu berkoar lagi, kami memutuskan untuk masuk ke dalam.
Langkahnya
mantap cepat-cepat, lagi-lagi si kacamata dengan jaket kamminya berjalan
segera. Aku tak berpikir dia anak kammi. Semenjak seminar itu pun, aku tak
berpikir itu UKM kammi, yang aku rasakan, kebetulan aku nyaman aja di UKM itu,
sehingga kuputuskan untuk bergabung dengan mereka.
And
than, ketika langkahnya ada yang memperhatikan. Si kaca mata itu pun
menghentikan kakinya, “Lho, pada ga masuk?”
“Kita
mau nurunin makanan dulu.” jawabku. Kemudian tergugah untuk mepercepat langkah
menuju Aula Rektorat. Aku bingung. Sedari sampai di ruangan itu, hingga
memutuskan membeli jajan dulu, sampai detik ini, peserta TM DM kammi itu bisa
dihitung jari. Mungkin lima orang yang duduk di ruangan seluas itu. Dua
laki-laki dan tiga perempuan, duile .. kirain bakal seabrek ini se-shof aja
kurang.
***
DM itu
akhirnya terjadi juga. Aku yang masih belum tahu apa yang harus kerjakan sekarang
dan harus bicara apa. Diam tenang mendengarkan. Namun, satu sesi syahadat ini
yang membuat aku seakan ingin bicara.
Syahadat
adalah mengikrarkan diri bahwa tidak ada tuhan yang hak untuk disembah selain
Allah. Dan nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Itu
sudah familiar, bagi kita kalangan muslim, namun yang menjadi polemik adalah
ketika syahadat itu harus diikrarkan atau tidak diikrarkan.
“Menurut
saya, syahadat tidak harus diikrarkan, karena sejatinya kita sudah islam. Dari
dilahirkan Allah telah menetapkan setiap manusia islam, hanya orangtuanya saja
yang membawa si anak itu kemana. Apakah majusi, yahudi, nasrani, ataupun tetap
pada islam itu sendiri. Akan sangat terhinanya kita yang sudah yakin islam,
dituntut untuk berikrar kembali. rasanya tidak dipercaya lagi keislamannya.” terang
peserta yang kontra syahadat harus diikrarkan kembali.
“Bukankah
yang menjadikan islam kita adalah orangtua kita. Kita sendiri, belum pernah
menyatakan diri bahwa kita islam, dan ikrar kita sangat berarti. Bukan suatu
hinaan jika, kita bangga dan membuka jati diri bahwa aku bersaksi tiada tuhan
yang berhak disembah melainkan Allah. Justru akan semakin cinta jika kita terus
menerus memperbarui syahadat kita. Inilah kerelaan diri kepada Allah yang kita
publikasikan.” bantahnya secara santun dengan pro dirinya atas polemik syahadat
tersebut.
Kemudian
seseorang menengahi, “Yang ingin diikrarkan sok atuh diikrarkan. Yang merasa
terhina dianggap kehilangan kepercayaan terhadap dirinya tentang islam, sok
atuh disolehkan secara sembunyi-sembunyi. Islam itu mudah. Jadi, tak usah
memperdebatkan yang sudah jelas. Hanya saja, itu bagi muslim, terserah mau
diikrarkan lagi atau tidak. Tapi bagi non-Is harus, bahkan wajib untuk
dipublikasikan bahwa dirinya telah masuk islam.” netralnya.
Kemudian,
dilanjut dengan syumuliatul islam atau kesempurnaan islam. Membahas tentang
islam yang rahmatan lil alamin, yang membuat aku tertampar akan kesombonganku
kepada pemilik bumi.
Haduh,
sering kali tak percaya bahwa tuhan telah menuliskan naskah kehidupan untuk
dilakonkan oleh manusia. Dan selama ini, mungkin lakon ku tritagonis. Hahay.
And
than, diskusi tentang problematika umat yang mengharuskan peran pemuda islam
harus bergerak. Mereka bertanya apa si problematika umat itu. Ya, banyak sekali.
Pertama,
problem ketika banyak yang bersedia mendalami agama namun, yang dalam agamanya
sudah sukar ditemui. Itu yang menampar kami kembali untuk, rela meluangkan
waktu menimba ilmu agama.
Kedua,
problematika umat ketika yang dalam ilmunya sudah semakin banyak, namun, tidak
ada yang tergugah untuk mendalami ilmu agama. Nah, ini problem yang biasa
ditemukan. Dan bagaimana cara umat yang dalam ilmunya tersebut untuk mengemas
suatu metode yang menarik sehingga dengan sendirinya mereka mendekati sumber
ketertarikan tersebut.
Dan
masih banyak lagi, yang dibahas sehingga larut lah kami dalam
pemikiran-pemikiran yang harus tergugah melihat masyarakat.
Sesi group discussion, biasanya cewek – cowok
dipisah dengan sempurna. Namun, di sesi ini, kami dibaur untuk ta’aruf satu
sama lain. Kali ini aku bersama mba Anis, dan dua pemuda yang belum ku kenal
namanya. “Eh, kayanya kelompokan belum kenal nama ga sreg ya, siapa aja ni, aku
Irshan.” sapanya mencairkan kebekuan sedari tadi.
“Mantap,
aku Ilsya ..” sambungku tanpa banyak diuraikan. And than, “Aku Anis ..” mba
Anis juga tak bertele di depan para cowok muslim atau biasa kita sebut ikhwan.
Haha, ikhwan. Aku akhwat, dong, hahay.
“Okey,
gue Rasyid.” tutupnya.
Mungkin
ini yang mengakhiri DM kammi ini dan hari kedua pun berlalu dengan hati yang
telah terpaut. Entah terpaut dengan siapa, aku melepas semua yang akan menjadi
kawan baruku ini.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar