Menolong Agama
Allah
Sudah
kuceritakan awal registrasi SBMPTN aku
bertemu dengan siapa. Seorang belia syar’i, dengan semangatnya merekrut
orang-orang yang tergerak hatinya untuk menolong agama Allah.
Ku kira
Indonesia sudah sangat supel dengan agama Allah yang satu ini. Kenapa harus
bertakut-takut ria untuk tidak mendapatkan pembela. Karena kau tahu, pembela
itu tergerak dengan sendirinya tanpa kita memaksakan keyakinan.
Memang aku islam, dan sedari kecil sudah kental dan
berkenalan dengan segala yang menentramkan jiwa. Namun, bukan islam saklek lah
yang aku ikuti. Aku berjilbab, namun, tidak menjulur ke seluruh tubuh ditambah
cadar penutup wajah.
Kau
tahu, Indonesia ini tak se ekstrem wilayah-wilayah emirat yang memang sangat
intim dengan semuanya. Wanita berbaju cerah tanpa cadar keluar tanpa muhrim
saja, sudah di sebut siti rahmah, kau tahu siti rahmah itu apa, sebut saja
perek jika kita ada di wilayah satria ini.
Akh, tak
kupermasalahkan soal pakaian, karena aku juga memakai yang sewajarnya. Seusai
syariat agama Allah, dan tak berlebihan dalam berdandan. Hanya BB cream simple
dan Lips ice untuk menambah vitamin pada bibir ini. Masa muslimah nampak pucat
ke sana ke mari. Kapan menariknya ya? Haha.
“Hay,
Assalamu’alaikum .. apa kabar?” sapa belia itu. Krudung segi empet sepinggang
lah yang menjadi ciri khasnya, dia datang padaku, pada Rose, dan pada Syeila,
dengan seramah-ramahnya.
Serempak
kami, “Wa’alaikum salam .. Alhamdulillah baik, mba ..” sumringah kami menyambut
kedatangannya.
Dia
membawa sepucuk undangan berhias, hijau nian sampulnya, adem dibaca, dan
berpersuasif ceria untuk mengajak kami menghadiri open house uki – unit
kerohanian islam ilmu budaya. Ditambah dengan pita-pita pengikat lucu yang
memaniskan undangan itu.
***
Ada
panggilan jam delapan untuk rapat pemplotingan pemanduan di Goen Tour,
bersamaan dengan itu jam sembilan ada open
house UKI Ilmu Budaya.
Dua gaya
khas ku kupadukan. Ber-jaket untuk menghadiri rapat Goen Tour, dan ber-rok
untuk memenuhi undangan Open House.
Aku berangkat, dan tak terburu karena sudah sedari pagi aku sudah bersiap-siap.
Rapat
itu mengocol, membuat kami terpingkal. Bayolan demi bayolan terlontar di rapat
nonformal itu. Sembari menentukan yang akan berangkat di bulan itu. Nyatanya
ada lima belas pemberangkat di musim rihlah ini.
“Kita
butuh orang lagi ni, buat pemenuhan pemanduan. Pasti satu pemandu bakal
berangkat tiga sampai lima kali. Tapi kalau nambah lima orang lagi pasti
serempak tiga kali pemberangkatan. Itu adil kan?” usulnya membuat aku terbayang
pada sosok-sosok teman ku yang sedari kemarin tanya akan kerjaan.
Rapat
itu santai-santai serius, dengan cemilan suguh pemikiran. Dan tak terasa waktu
melewati angka sembilan. Namun, rapat tak kunjung usai diploting.
“Permisi,
aku kan udah kena tiga pemberangkatan ni, berarti jatah aku diplotingan itu
udah penuh, nah, aku ada temen yang bakal gabung, mungkin dua atau tiga. Untuk
itu, aku mau ijin buat ngasih tau temen-temen ku itu yang sekarang ada di open house UKI Ilbud, nanti aku balik
lagi bawa temenku itu. Diijinin ya?” ijinku, kemudian dengan lepas lega mereka
mengijinkanku.
Aku pun
melaju ke kampus putih tempat open house itu berlangsung. Rupanya acara belum
sama sekali dimulai. Di dalam ruangan baru duduk lima belas orang peserta.
“Telat
ya, mba?” basa basiku.
“Eh, ga
kok, masuk aja, ni isi dulu daftar hadirnya, terus ambil snack nya ya ..”
ramahnya. Di kampus ini belum pernah aku temukan satu muka yang tak
menyenangkan, rasanya teduh-teduh manusia rantau ini. Mungkin jauh dari
orangtua faktor utama mereka tak berulah.
Masih
dalam keramahan yang tiada habisnya. Masuk ke dalam juga disambut dengan
senyum-senyum ukhuwah. Kemudian langsung membaur bersama kawan-kawan yang
memang sudah dikenal sangat kental, haha, satu kelas, sasindo.
“Baru
dateng, sya?” tanyanya.
“Iya ni,
abis ada urusan. Hehe.” jawabku. Kebetulan dia datang, dia yang sedari awal
pertama kenal sudah menanyakan .. mbok
ada kerjaan yang enak aku dikabarin ya .. kebetulan sekali mudah ditemukan.
“Eh kamu
masih pengin kerja?” awalku dulu, kemudian dia mengangguk dengan antusiasnya,
“Oke, ini di Goen Tour bakal ada lima belas pemberangkatan. Dan di sana
membutuhkan lima pemandu freelance ..
gimana kamu mau gabung buat mandu?” jelasku langsung. Yang dituju itu pun
segera mau dan mengajak yang lain. Yes,
aku dapat dua teman dalam pemanduan ini.
Open house itu dimulai, pembawa acara
tampil sumringah tanpa ada beban, kemudian motivasi super dari kak Andi yang
mempunyai mimpi membuat sekolah gratis untuk yatim, piatu, dan kaum tak mampu.
Serta bermimpi mengikuti pertukaran pelajar yang melalang buana di belahan dunia
mana pun.
Hahay,
sedari SMA aku juga sudah memimpikan hal tersebut, namun, belum kesampaian.
Diakhir
open house, anak-anak UKI memasakkan spesial untuk kami makanan yang super
enak. Rica-rica ayam yang kata mereka, dimasak oleh mereka sendiri, percaya,
aku percaya, soalnya dari cara potong ayamnya lucu-lucu, besar kecil-besar
kecil, hehe.
Setelah
makan-makan ditutup dengan sholat dhuhur bersama. Dan aku membawa dua peserta open house itu untuk aku kenalkan dalam
dunia kerja. Biar jadi mahasiswa tidak melulu belajar, namun, juga ada
pengalaman dalam bekerja.
***
“Kamu
ikutan oprek UKI periode ini?” tanya Rose, membuat aku berpikir dua kali untuk
ikutan rohis kampus kali ini. Aku sendiri, welcome dengan organisasi legal itu.
Sudah ada ijin UKM di kampus dan mempunyai hak menghidupkan kerohanian islam di
kampus putih ini.
Terlintas
dalam benak, nasehat guru-guru SMANRA, “Kalian kalau kuliah, harus hati-hati
dengan organisasi islam, karena ada yang benar dan ada juga yang sesat. Kalau
yang sesat pasti bahas-bahas syahadat kalian. Waspada, jangan sampai kalian
masuk ke aliran yang sesat itu.” Wanti-wantinya. Terngiang kembali, dan
berputar terus menerus.
Akh,
untuk apa berdebat dengan nasehat, jika hati sudah nyaman di organisasi islam
ini. Coba bayangkan, mana solidaritas teman-teman yang lain ketika aku tertimpa
masalah UTS. Mereka bahkan tak mau melihatku yang sedang gelisah. Bahkan
pura-pura menganggapku tak ada di area kegelisahan. Kemudian yang aku lihat
hanya mereka yang merelakan hatinya untuk memakmurkan masjid. Belia syar’i itu,
dan tentunya mba Anis yang memang sedari awal sudah terlihat rela menolong
agama Allah.
“Pasti
dong, aku udah regist juga kok, tinggal wawancara, nanti bareng ya.” jawabku
antusias. Gadis yang lebih tinggi aku dan berkacamata itu pun mengiyakan.
Seakan semua peran kekeluargaan di kampus putih ini, akan segera dimainkan.
***
“Alhamdulillah,
akhirnya Ilsya gabung sama UKI juga. Seneng banget rasanya Ilsya gabung.” sambutnya
ketika langkahku kulengangkan menuju Mushola. UKI tak mendapat sekre seperti
UKM yang lain, pasalnya UKI sudah identik dengan masjid dan mungkin pihak
kampus mengira masjid adalah sekre UKI. Tak apa, nikmati saja memakmurkan
masjid.
“Iya,
mba. Aku juga seneng gabung sama UKI. Okay, mba. Langsung aja kali ya,
interview nya, aku habis ini masih ada kelas.” langsungku. Membuat belia syar’i
itu kepo tentang aku.
Oya aku
lupa, belia syar’i itu, mba Azimah, dan mungkin akan lebih enak jika tetap
kusebut belia syar’i dalam kisah ini, hehe.
“Okay,
motivasi kamu untuk ikut UKI itu apa?” responnya.
“Ya,
karena surat muhammad ayat sepuluh itu, barang siapa yang menolong agama Allah,
maka Allah akan mengangkat derajadnya.” spontanku. Kemudian disambut dengan
pertanyaan berikutnya, “Jika kamu dihadapkan dengan dua agenda, prioritas
agenda mana yang kamu pilih, agenda UKI atau agenda UKM yang lain?”
“Prioritas
lebih banyak prosentase aku dibutuhkan dimana. Kalau di UKM itu rapatnya sudah
menjelang hari H, aku bakal prioritaskan di UKM itu, tapi kalau UKI masih ada
yang handle. Tapi kalau rapat UKI lebih urgent dan sangat membutuhkan aku, aku
milih UKI, lihat sikon lah, mba.” jujurku.
“Baik,
mau di departemen apa ini? Pilih dua ya.” lanjutnya.
“Ehm,
mungkin passion aku dagang kali ya, aku pilih kewirausahaan sama bendahara.” pilihku.
Menutup interview yang sebenarnya banyak pertanyaannya, hehe, lupa mereka nanya
apa aja. Hudah.
***
Di lain
sisi, sebelum UKI merencanakan akan diadakan tekad – training kaderisasi, aku
sudah keburu janji akan ikut bascame traning nya anak KOPKUN, macam koperasi
yang dulu milik Unsoed, tapi kini sudah mandiri dan berdiri sendiri menjadi
koperasi mandiri. KOPKUN juga sudah berdiri tiga gedung yang lumayan
menggiyurkan keuntungannya. Haha, aku di KOPKUN juga memilih kewirausahaan.
“Aduh,
rasanya bersalah banget liat angkot biru yang bakal ngangkut anak-anak UKI ke
tekadnya di Gandatapa.” Tapi aku juga tengah bersenang-senang ria di atas bak
terbuka dengan teman-teman KOPKUN. Aku melewati mereka. Dan melaju kencang
menuju KOPKUN 3 di teluk.
Akh,
sudahlah aku sudah janji duluan dengan anak-anak KOPKUN.
Kami
berangkat dengan riangnya. Bernyanyi-nyanyi dan berbanyol bersama. Bercanda ria
dan sampai di tempat tujuan. Kemudian narsis ria dan diantarkan ke kamar yang
sudah dipesan. Taraaa, pelajaran tentang koperasi akan aku dapatkan, paham
lenin akan aku kepoin.
“Koperasi
itu modalnya orang. Bukan modal uang. Kalau uang mah bisa didapat. Dan kalau
orang ga ada, pasti ga akan ada uang. Maka karena itu, koperasi bermodal
orang.” jelasnya dengan santai. Aku suka training yang tak formal. Aku benci
saya anda.
“Nah,
dalam koperasi ini yang dinaungi oleh KOPKUN adalah komite mahasiswa kopkun
atau biasa disingkat KMK, didalamnya dibagi menjadi beberapa bagian, ada
kewirausahaan, media, dan pendidikan. Dimana masing-masing bagian itu mempunyai
tantangannya masing-masing. Dan jika ingin belajar di tantangan yang lain juga
boleh banget untuk disalurkan. Anak media bisa belajar di kewirausahaan, dan
sebaliknya.” terang pengelola KOPKUN tersebut.
Kemudian,
pemikiran kami diberitahu tentang paham-paham barat yang bersifat lebih
mengedepankan sosial, dan aku lupa tokoh-tokoh yang mereka bicarakan. Yang aku
ingat, mereka membahas tentang komunisme, sosialisme, dan liberalisme. Namun
hanya sampai di mulut mereka. Otakku tak cukup kuat untuk mengerti apa pun
tentang hal itu. Aku juga bingung ketika anak-anak UKI juga memberikan
pengetahuan tentang mahzab-mahzab atau aliran-aliran tokoh islam, dan itu semua
hanya sampai di bibir. Akh, aku akan menulis yang aku tau saja.
Sama
halnya di Kammi juga, di KOPKUN diajarkan debat tentang suatu hal. Jika di
kammi dulu dibahas tentang syahadat, dan di KOPKUN ini dibahas tentang sesuatu
yang terjadi di masyarakat. Seperti kenaikan BBM pro dan kontranya bagaimana.
Dan pada
malamnya, kami digiring ke atas bangunan kedua KOPKUN yang belum dirampungkan
pengerjaannya. Melapang sehingga dapat dengan mudah menikmati alam semesta.
Kami dikelompokkan dan disuruh menampilkan suatu pentas. Langsung saja, mencari
yang mudah. Musikalisasi puisi yang membuat suatu gebrakan mahasiswa.
Puisi
kami tentang puisi cahaya lilin. Yang diterangi bersama sajak-sajak yang
menguatkan, namun, lambat laun lilin-lilin itu mati karena kehilangan
cahayanya, ditiup karena sebuah kegagalan. Kemudian hanya satu lilin yang masih
menyala, kami sebut lilin harapan. Lilin harapan itu menjadi sumber untuk
membuat lilin-lilin mati itu terang kembali.
Wah,
benar-benar pentas yang membuatku sadar akan harapan yang tak boleh sirna.
Kemudian disambut dengan suara merdu dari kawan-kawan yang lain. Indah,
suaranya. Dan benar-benar mengena di hati.
Juga
yang membuat kesalahan, diberi hukuman menari pinguin, meniru gerakan yang ada
di laptop. Huh, capek nian kegiatan seharian ini. Akhirnya kami istirahat, dan
bercerita banyak tentang apapun. Satu anggota bercerita tentang hantu-hantu di
Kalimantan. Dan bersambung dengan cerita-cerita hantu yang lain. Kemudian lagi
dan lagi. Sampai hantunya pun mengingatkan kami untuk segera memejamkan mata.
Paginya
berjalan-jalan bersama. Kemudian olahraga di sekitar KOPKUN. Dan terakhir
membuat sebuah film pendek untuk mempromosikan koperasi serta selfie ria, aku bangga ikut koperasi.
And the last end, kami tukar menukar hadiah tanda kami sudah menjadi sebuah
keluarga baru. Keluarga baru di koperasi ini.
***
Masih
merasa bersalah karena lebih memilih KOPKUN daripada ikutan tekad UKI. Tapi
sudahlah, semua sudah berlalu, toh, awalnya aku sudah kadung janji dengan
anak-anak KOPKUN terlebih dahulu. Maaf ya.
Tapi tak
suram seperti yang dirasa di SMANRA. Kampus ini memiliki romansanya tersendiri.
Air muka yang sudah matang saja. Seperti sudah sangat pandai dalam mengatur
emosi. “Tak apa, sya. Itu kan pilihan.” Hibur Syeila yang tak mencecar aku
ketika aku bertemu dengannya.
Rose
juga tak ikut tekad, dia malah sama sekali belum mendapatkan infonya. Dan aku
yang sudah mendapatkan info malah sama sekali tidak menggubris. Maaf ya ..
Segera
sang DPO – dewan pertimbangan organisasi bersama dengan dewan formatur organisasi
memberikan sebuah pengumuman di sekitar Mushola. Aku hanya manggut-manggut
mendengarkan, “Okay, tak apa jika pengurus baru yang ini kemarin tidak ikut
tekad, tapi nanti akan ada tekad susulan, dan yang belum ikut harus ikut,
okay?” jelasnya.
Kemudian
diumumkan siapa menjadi apa, dan di tempatkan di departemen apa. aku menjelirit
tulisan, mencari namaku ada di area yang mana. Dan rupanya, posisi kepala
departemen untuk bagian kewirausahaan. Oh my God, aku? Serius aku? Tapi
tatapannya seperti tak yakin terhadapku, sang belia syar’i itu meragukan aku
sedari awal penempatan. Haduh, akan kubuktikan.
***
Syuro
atau rapat di UKI untuk divisi kewirausahaan yang beranggota hanya tiga orang,
aku putuskan di PKM, supaya mudah untuk bertemu. Pasalnya ketiga anggota ini
berasal dari jurusan yang berbeda. Aku, sasindo. Isti, sasjep, dan Aisyah,
sasing. Justru beda jurusan yang akan menghasilkan pundi-pundi sebanyak
mungkin. Hahay.
“Okay,
kita buat proker – program kerja terlebih dahulu. Ayo ada yang usul kita mau
ngapain di kewirausahaan ini?” ucapku.
Lama menunggu, aku segera memancing semuanya, “Ayo, mungkin ada yang sebelumnya
punya usaha atau udah jualan apa gitu?”
tanyaku sekali lagi.
“Aku
ada, tapi di Solo, itu usaha tekstil punya papaku. Tapi jauh banget. Sama
online shop di BBM sama IG.” tanggap Aisyah yang memang hobi dengan
bisnis-bisnis.
“Aku juga udah mulai jual donat, buat
kemarin si ada tekad UKI.” tambah Isti, menjadikan rapat ini lebih hidup lagi.
“Okay,
gini aja, aku juga ada jualan chanai. Jadi donat sama chanai kita gabung aja,
kita nanti buka pasar di kantin-kantin yang ada di seluruh Unsoed ini, nah itu
kita masukkan di proker snack to campus
ya.” Usulku, disambut ya oleh keduanya. Setuju, proker pertama kita, snack
to campus.
And than,
ketika kita melihat teman-teman sekelas kita kelaparan coz, di pagi hari dalam
kos mereka tidak ada yang memasak apalagi jualan makanan utawa rames. Nah,
melihat penderitaan anak kos itu, kita jadi mikir, bagaimana kalau kita jualan
nasi rames dari satu kos ke kos yang lain. Supaya sebelum ke kampus mereka bisa
sumringah lagi, kan perutnya udah terisi, hehe. Okay, proker kedua disetujui Nasi rames kos to kos.
Terus,
biasanya divisi kewirausahaan ngadain bazar buat menjual berbagai keperluan
anak-anak kampus, terutama kebutuhan ilmu yang didapat dalam sebuah buku. Atau
kita bisa memanfaatkan usaha tekstil milik papanya Aisyah untuk kita jual di
bazar ini. Dan kami memutuskan untuk memasukan bazar pada proker ketiga kami.
Dan
terakhir, karena ketiga proker adalah usaha yang berjurnal dagang. Dan dalam
akuntansi yang kita dapat semasa SMA jurusan IPS itu, juga terdapat jurnal
jasa. Maka kami berpikir untuk mencari wirausaha yang berbau jasa. Masa nyalon,
kaga cukup modal. Masa bengkel, kita cewe. Dan kita mikir lagi, kita mahasiswa,
dan kita punya ilmu, bagaimana jika les privat saja, kan lumayan, tak ada modal
awal dalam memulainya, hanya perlu tekad, keberanian, dan jasa. Okay, proker
keempat dan menjadi proker penutup kami adalah les privat. Selesai juga bikin prokernya. Tinggal di acc sama
forum, terus kita aksi deh, seriusan ini.
***
Wah,
proker-proker kami cepat sekali direspon oleh forum. Dan dengan mudahnya
disetujui dengan modal awal seratus ribu untuk proker pertama. Plus Isti
mendapat mandat, dia diberi uang dua puluh ribu rupiah dan harus membuahkan
hasil sebesar seratus ribu rupiah, huh, ngempos mungkin dia.
Aku ga
ngerti, kenapa ini juga menjadi sebuah tanggung jawab kami. Ya, aku ngerti,
memang kammi dan UKI bersaudara. Satu tubuh malah, tapi kenapa beban organisasi
sebelah juga harus dipikulkan kepada kami. Huh, aku bingung. Semangatku luntur.
Apa benar UKI juga masuk ke aliran kammi yang kalian tahu diusung oleh sebuah
pergerakan partai politik.
Tersendat
oleh pemikiran yang membuatku berkinerja dangkal. Haduh, kenapa harus ada
beginian. Toh, proker yang sudah kami susun harusnya berakhir dengan hasil yang
cemerlang. Akh, sampingkan berat sebelah ini. Aku harus membuktikan bahwa
kewirausahaan juga bisa temereng.
Aku dan
Isti sudah bersiap untuk melobi pedagang kantin untuk berkonsinyasi menitipkan
dagangan kami. Aku membawa chanai yang biasa kujajakkan di kelas. Dan Isti
membawa donatnya. Para pedagang itu, diberi sample ijin untuk mengatakan,
“Silakan, kalian bisa menitip dagangan anda di sini.” harap kami.
Di mulai
dengan Faperta, fakultas pertanian, kami masuk ke dalam lingkungan hijau yang
serba dengan tanaman. Tapi jarang sih aku temui tanaman padi atau jagung, lebih
sering kutemui tanaman dalam pot. Iya lah, itu kampus .. masa mau nyawah di
kampus, haha.
Aku dan
Isti menego, kemudian basa-basi dan melucu. Ternyata ketidak-formalan kami
adalah kunci mereka memberi ijin titip barang. Yes, pertanian okay.
Kemudian
beralih ke dekat kantin Faperta, kantin Fabio, fakultas biologi. Langsung aku
tuju pedagang yang ramah pada kami. Sedari awal, pedagang itu, sudah melempar
senyum pada kami. Kami memberikan chanai tersebut, dan hap-hap-hap, dia
mengatakan, “Besok pagi ya mba, taruh saja di kantin ini.” setujunya.
Tak
cukup dua kantin saja, kami coba ke kampus depan. Kampus yang kata anak-anak
si, tempatnya mobil-mobil mewah pada iri-irian, maksudnya bu .. iyalah, pasti
satu bawa mobil bagus, besoknya temennya pasti menterengin mobil mewah, begitu
seterusnya. Itu katanya sih, kami yang di kampus belakang ya cuma baru denger
belum buktiin.
Memarkir
di Fisip, agaknya PD kami sedikit canggung, pasalnya kantin Fisip selalu ramai,
dari pagi sampai sore, dan siangnya kami beranikan untuk melobi pedagang di
Fisip. Cara di Faperta dan Fabio. Basa-basi dulu, mengambil hati kemudian
memberikan sample untuk mendapatkan ijin nitip dagangan. Tapi karena chanai
yang dibawa adalah chanai akhiran, yang topingnya sudah acak-acakan
disana-sini, segera mereka berkata, “Makanan kaya gini di Fisip ya ga laku.”
“Tapi
tadi topingnya ga kaya gini kok, beneran. Pasti laku di Fisip.” Rayu Isti.
Sosok yang mungkin aku kenal juga ikut mendengarkan. Si kacamata itu, lagi-lagi
dia. Tapi kenapa dia tak bergerak untuk membantu kami. Akh, chanai ini tertolak
masuk ke kantin Fisip.
Huh, tak
terhenti sampai di situ, kami melajukan kendaraan kami menuju kampus dagang
yang sebenarnya. Fakultas ekonomi. Segera menuju ke bursa ekonomi, tempat
mahasiswa-mahasiswa menjajal usaha ekonominya di bursa tersebut. Aku dan Isti
seperti disambut dengan ramahnya di sana. Karena pengurus bursa itu juga
mahasiswa, jadi lumayan mudah untuk melobi di sana. Yes, chanai ini masuk ke
FE. Tinggal aksi besok bagaimana akan menghasilkan sesuatu. Semangat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar