Minggu, 10 April 2016

Menolong Agama Allah



Menolong Agama Allah

            Sudah kuceritakan awal registrasi  SBMPTN aku bertemu dengan siapa. Seorang belia syar’i, dengan semangatnya merekrut orang-orang yang tergerak hatinya untuk menolong agama Allah.
            Ku kira Indonesia sudah sangat supel dengan agama Allah yang satu ini. Kenapa harus bertakut-takut ria untuk tidak mendapatkan pembela. Karena kau tahu, pembela itu tergerak dengan sendirinya tanpa kita memaksakan keyakinan. Memang aku islam, dan sedari kecil sudah kental dan berkenalan dengan segala yang menentramkan jiwa. Namun, bukan islam saklek lah yang aku ikuti. Aku berjilbab, namun, tidak menjulur ke seluruh tubuh ditambah cadar penutup wajah.
            Kau tahu, Indonesia ini tak se ekstrem wilayah-wilayah emirat yang memang sangat intim dengan semuanya. Wanita berbaju cerah tanpa cadar keluar tanpa muhrim saja, sudah di sebut siti rahmah, kau tahu siti rahmah itu apa, sebut saja perek jika kita ada di wilayah satria ini.
Akh, tak kupermasalahkan soal pakaian, karena aku juga memakai yang sewajarnya. Seusai syariat agama Allah, dan tak berlebihan dalam berdandan. Hanya BB cream simple dan Lips ice untuk menambah vitamin pada bibir ini. Masa muslimah nampak pucat ke sana ke mari. Kapan menariknya ya? Haha.
            “Hay, Assalamu’alaikum .. apa kabar?” sapa belia itu. Krudung segi empet sepinggang lah yang menjadi ciri khasnya, dia datang padaku, pada Rose, dan pada Syeila, dengan seramah-ramahnya.
            Serempak kami, “Wa’alaikum salam .. Alhamdulillah baik, mba ..” sumringah kami menyambut kedatangannya.
            Dia membawa sepucuk undangan berhias, hijau nian sampulnya, adem dibaca, dan berpersuasif ceria untuk mengajak kami menghadiri open house uki – unit kerohanian islam ilmu budaya. Ditambah dengan pita-pita pengikat lucu yang memaniskan undangan itu.
***
            Ada panggilan jam delapan untuk rapat pemplotingan pemanduan di Goen Tour, bersamaan dengan itu jam sembilan ada open house UKI Ilmu Budaya.
            Dua gaya khas ku kupadukan. Ber-jaket untuk menghadiri rapat Goen Tour, dan ber-rok untuk memenuhi undangan Open House. Aku berangkat, dan tak terburu karena sudah sedari pagi aku sudah bersiap-siap.
            Rapat itu mengocol, membuat kami terpingkal. Bayolan demi bayolan terlontar di rapat nonformal itu. Sembari menentukan yang akan berangkat di bulan itu. Nyatanya ada lima belas pemberangkat di musim rihlah ini.
            “Kita butuh orang lagi ni, buat pemenuhan pemanduan. Pasti satu pemandu bakal berangkat tiga sampai lima kali. Tapi kalau nambah lima orang lagi pasti serempak tiga kali pemberangkatan. Itu adil kan?” usulnya membuat aku terbayang pada sosok-sosok teman ku yang sedari kemarin tanya akan kerjaan.
            Rapat itu santai-santai serius, dengan cemilan suguh pemikiran. Dan tak terasa waktu melewati angka sembilan. Namun, rapat tak kunjung usai diploting.
            “Permisi, aku kan udah kena tiga pemberangkatan ni, berarti jatah aku diplotingan itu udah penuh, nah, aku ada temen yang bakal gabung, mungkin dua atau tiga. Untuk itu, aku mau ijin buat ngasih tau temen-temen ku itu yang sekarang ada di open house UKI Ilbud, nanti aku balik lagi bawa temenku itu. Diijinin ya?” ijinku, kemudian dengan lepas lega mereka mengijinkanku.
            Aku pun melaju ke kampus putih tempat open house itu berlangsung. Rupanya acara belum sama sekali dimulai. Di dalam ruangan baru duduk lima belas orang peserta.
            “Telat ya, mba?” basa basiku.
            “Eh, ga kok, masuk aja, ni isi dulu daftar hadirnya, terus ambil snack nya ya ..” ramahnya. Di kampus ini belum pernah aku temukan satu muka yang tak menyenangkan, rasanya teduh-teduh manusia rantau ini. Mungkin jauh dari orangtua faktor utama mereka tak berulah.
            Masih dalam keramahan yang tiada habisnya. Masuk ke dalam juga disambut dengan senyum-senyum ukhuwah. Kemudian langsung membaur bersama kawan-kawan yang memang sudah dikenal sangat kental, haha, satu kelas, sasindo.
            “Baru dateng, sya?” tanyanya.
            “Iya ni, abis ada urusan. Hehe.” jawabku. Kebetulan dia datang, dia yang sedari awal pertama kenal sudah menanyakan .. mbok ada kerjaan yang enak aku dikabarin ya .. kebetulan sekali mudah ditemukan.
            “Eh kamu masih pengin kerja?” awalku dulu, kemudian dia mengangguk dengan antusiasnya, “Oke, ini di Goen Tour bakal ada lima belas pemberangkatan. Dan di sana membutuhkan lima pemandu freelance .. gimana kamu mau gabung buat mandu?” jelasku langsung. Yang dituju itu pun segera mau dan mengajak yang lain. Yes, aku dapat dua teman dalam pemanduan ini.
            Open house itu dimulai, pembawa acara tampil sumringah tanpa ada beban, kemudian motivasi super dari kak Andi yang mempunyai mimpi membuat sekolah gratis untuk yatim, piatu, dan kaum tak mampu. Serta bermimpi mengikuti pertukaran pelajar yang melalang buana di belahan dunia mana pun.
            Hahay, sedari SMA aku juga sudah memimpikan hal tersebut, namun, belum kesampaian.
            Diakhir open house, anak-anak UKI memasakkan spesial untuk kami makanan yang super enak. Rica-rica ayam yang kata mereka, dimasak oleh mereka sendiri, percaya, aku percaya, soalnya dari cara potong ayamnya lucu-lucu, besar kecil-besar kecil, hehe.
            Setelah makan-makan ditutup dengan sholat dhuhur bersama. Dan aku membawa dua peserta open house itu untuk aku kenalkan dalam dunia kerja. Biar jadi mahasiswa tidak melulu belajar, namun, juga ada pengalaman dalam bekerja.
***
            “Kamu ikutan oprek UKI periode ini?” tanya Rose, membuat aku berpikir dua kali untuk ikutan rohis kampus kali ini. Aku sendiri, welcome dengan organisasi legal itu. Sudah ada ijin UKM di kampus dan mempunyai hak menghidupkan kerohanian islam di kampus putih ini.
            Terlintas dalam benak, nasehat guru-guru SMANRA, “Kalian kalau kuliah, harus hati-hati dengan organisasi islam, karena ada yang benar dan ada juga yang sesat. Kalau yang sesat pasti bahas-bahas syahadat kalian. Waspada, jangan sampai kalian masuk ke aliran yang sesat itu.” Wanti-wantinya. Terngiang kembali, dan berputar terus menerus.
            Akh, untuk apa berdebat dengan nasehat, jika hati sudah nyaman di organisasi islam ini. Coba bayangkan, mana solidaritas teman-teman yang lain ketika aku tertimpa masalah UTS. Mereka bahkan tak mau melihatku yang sedang gelisah. Bahkan pura-pura menganggapku tak ada di area kegelisahan. Kemudian yang aku lihat hanya mereka yang merelakan hatinya untuk memakmurkan masjid. Belia syar’i itu, dan tentunya mba Anis yang memang sedari awal sudah terlihat rela menolong agama Allah.
            “Pasti dong, aku udah regist juga kok, tinggal wawancara, nanti bareng ya.” jawabku antusias. Gadis yang lebih tinggi aku dan berkacamata itu pun mengiyakan. Seakan semua peran kekeluargaan di kampus putih ini, akan segera dimainkan.
***
            “Alhamdulillah, akhirnya Ilsya gabung sama UKI juga. Seneng banget rasanya Ilsya gabung.” sambutnya ketika langkahku kulengangkan menuju Mushola. UKI tak mendapat sekre seperti UKM yang lain, pasalnya UKI sudah identik dengan masjid dan mungkin pihak kampus mengira masjid adalah sekre UKI. Tak apa, nikmati saja memakmurkan masjid.
            “Iya, mba. Aku juga seneng gabung sama UKI. Okay, mba. Langsung aja kali ya, interview nya, aku habis ini masih ada kelas.” langsungku. Membuat belia syar’i itu kepo tentang aku.
            Oya aku lupa, belia syar’i itu, mba Azimah, dan mungkin akan lebih enak jika tetap kusebut belia syar’i dalam kisah ini, hehe.
            “Okay, motivasi kamu untuk ikut UKI itu apa?” responnya.
            “Ya, karena surat muhammad ayat sepuluh itu, barang siapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan mengangkat derajadnya.” spontanku. Kemudian disambut dengan pertanyaan berikutnya, “Jika kamu dihadapkan dengan dua agenda, prioritas agenda mana yang kamu pilih, agenda UKI atau agenda UKM yang lain?”
            “Prioritas lebih banyak prosentase aku dibutuhkan dimana. Kalau di UKM itu rapatnya sudah menjelang hari H, aku bakal prioritaskan di UKM itu, tapi kalau UKI masih ada yang handle. Tapi kalau rapat UKI lebih urgent dan sangat membutuhkan aku, aku milih UKI, lihat sikon lah, mba.” jujurku.
            “Baik, mau di departemen apa ini? Pilih dua ya.” lanjutnya.
            “Ehm, mungkin passion aku dagang kali ya, aku pilih kewirausahaan sama bendahara.” pilihku. Menutup interview yang sebenarnya banyak pertanyaannya, hehe, lupa mereka nanya apa aja. Hudah.
***
            Di lain sisi, sebelum UKI merencanakan akan diadakan tekad – training kaderisasi, aku sudah keburu janji akan ikut bascame traning nya anak KOPKUN, macam koperasi yang dulu milik Unsoed, tapi kini sudah mandiri dan berdiri sendiri menjadi koperasi mandiri. KOPKUN juga sudah berdiri tiga gedung yang lumayan menggiyurkan keuntungannya. Haha, aku di KOPKUN juga memilih kewirausahaan.
            “Aduh, rasanya bersalah banget liat angkot biru yang bakal ngangkut anak-anak UKI ke tekadnya di Gandatapa.” Tapi aku juga tengah bersenang-senang ria di atas bak terbuka dengan teman-teman KOPKUN. Aku melewati mereka. Dan melaju kencang menuju KOPKUN 3 di teluk.
            Akh, sudahlah aku sudah janji duluan dengan anak-anak KOPKUN.
            Kami berangkat dengan riangnya. Bernyanyi-nyanyi dan berbanyol bersama. Bercanda ria dan sampai di tempat tujuan. Kemudian narsis ria dan diantarkan ke kamar yang sudah dipesan. Taraaa, pelajaran tentang koperasi akan aku dapatkan, paham lenin akan aku kepoin.
            “Koperasi itu modalnya orang. Bukan modal uang. Kalau uang mah bisa didapat. Dan kalau orang ga ada, pasti ga akan ada uang. Maka karena itu, koperasi bermodal orang.” jelasnya dengan santai. Aku suka training yang tak formal. Aku benci saya anda.
            “Nah, dalam koperasi ini yang dinaungi oleh KOPKUN adalah komite mahasiswa kopkun atau biasa disingkat KMK, didalamnya dibagi menjadi beberapa bagian, ada kewirausahaan, media, dan pendidikan. Dimana masing-masing bagian itu mempunyai tantangannya masing-masing. Dan jika ingin belajar di tantangan yang lain juga boleh banget untuk disalurkan. Anak media bisa belajar di kewirausahaan, dan sebaliknya.” terang pengelola KOPKUN tersebut.
            Kemudian, pemikiran kami diberitahu tentang paham-paham barat yang bersifat lebih mengedepankan sosial, dan aku lupa tokoh-tokoh yang mereka bicarakan. Yang aku ingat, mereka membahas tentang komunisme, sosialisme, dan liberalisme. Namun hanya sampai di mulut mereka. Otakku tak cukup kuat untuk mengerti apa pun tentang hal itu. Aku juga bingung ketika anak-anak UKI juga memberikan pengetahuan tentang mahzab-mahzab atau aliran-aliran tokoh islam, dan itu semua hanya sampai di bibir. Akh, aku akan menulis yang aku tau saja.
            Sama halnya di Kammi juga, di KOPKUN diajarkan debat tentang suatu hal. Jika di kammi dulu dibahas tentang syahadat, dan di KOPKUN ini dibahas tentang sesuatu yang terjadi di masyarakat. Seperti kenaikan BBM pro dan kontranya bagaimana.
            Dan pada malamnya, kami digiring ke atas bangunan kedua KOPKUN yang belum dirampungkan pengerjaannya. Melapang sehingga dapat dengan mudah menikmati alam semesta. Kami dikelompokkan dan disuruh menampilkan suatu pentas. Langsung saja, mencari yang mudah. Musikalisasi puisi yang membuat suatu gebrakan mahasiswa.
            Puisi kami tentang puisi cahaya lilin. Yang diterangi bersama sajak-sajak yang menguatkan, namun, lambat laun lilin-lilin itu mati karena kehilangan cahayanya, ditiup karena sebuah kegagalan. Kemudian hanya satu lilin yang masih menyala, kami sebut lilin harapan. Lilin harapan itu menjadi sumber untuk membuat lilin-lilin mati itu terang kembali.
            Wah, benar-benar pentas yang membuatku sadar akan harapan yang tak boleh sirna. Kemudian disambut dengan suara merdu dari kawan-kawan yang lain. Indah, suaranya. Dan benar-benar mengena di hati.
            Juga yang membuat kesalahan, diberi hukuman menari pinguin, meniru gerakan yang ada di laptop. Huh, capek nian kegiatan seharian ini. Akhirnya kami istirahat, dan bercerita banyak tentang apapun. Satu anggota bercerita tentang hantu-hantu di Kalimantan. Dan bersambung dengan cerita-cerita hantu yang lain. Kemudian lagi dan lagi. Sampai hantunya pun mengingatkan kami untuk segera memejamkan mata.
            Paginya berjalan-jalan bersama. Kemudian olahraga di sekitar KOPKUN. Dan terakhir membuat sebuah film pendek untuk mempromosikan koperasi serta selfie ria, aku bangga ikut koperasi. And the last end, kami tukar menukar hadiah tanda kami sudah menjadi sebuah keluarga baru. Keluarga baru di koperasi ini.
***
            Masih merasa bersalah karena lebih memilih KOPKUN daripada ikutan tekad UKI. Tapi sudahlah, semua sudah berlalu, toh, awalnya aku sudah kadung janji dengan anak-anak KOPKUN terlebih dahulu. Maaf ya.
            Tapi tak suram seperti yang dirasa di SMANRA. Kampus ini memiliki romansanya tersendiri. Air muka yang sudah matang saja. Seperti sudah sangat pandai dalam mengatur emosi. “Tak apa, sya. Itu kan pilihan.” Hibur Syeila yang tak mencecar aku ketika aku bertemu dengannya.
            Rose juga tak ikut tekad, dia malah sama sekali belum mendapatkan infonya. Dan aku yang sudah mendapatkan info malah sama sekali tidak menggubris. Maaf ya ..
            Segera sang DPO – dewan pertimbangan organisasi bersama dengan dewan formatur organisasi memberikan sebuah pengumuman di sekitar Mushola. Aku hanya manggut-manggut mendengarkan, “Okay, tak apa jika pengurus baru yang ini kemarin tidak ikut tekad, tapi nanti akan ada tekad susulan, dan yang belum ikut harus ikut, okay?” jelasnya.
            Kemudian diumumkan siapa menjadi apa, dan di tempatkan di departemen apa. aku menjelirit tulisan, mencari namaku ada di area yang mana. Dan rupanya, posisi kepala departemen untuk bagian kewirausahaan. Oh my God, aku? Serius aku? Tapi tatapannya seperti tak yakin terhadapku, sang belia syar’i itu meragukan aku sedari awal penempatan. Haduh, akan kubuktikan.
***
            Syuro atau rapat di UKI untuk divisi kewirausahaan yang beranggota hanya tiga orang, aku putuskan di PKM, supaya mudah untuk bertemu. Pasalnya ketiga anggota ini berasal dari jurusan yang berbeda. Aku, sasindo. Isti, sasjep, dan Aisyah, sasing. Justru beda jurusan yang akan menghasilkan pundi-pundi sebanyak mungkin. Hahay.
            “Okay, kita buat proker – program kerja terlebih dahulu. Ayo ada yang usul kita mau ngapain di kewirausahaan ini?”  ucapku. Lama menunggu, aku segera memancing semuanya, “Ayo, mungkin ada yang sebelumnya punya usaha atau udah jualan apa gitu?”  tanyaku sekali lagi.
            “Aku ada, tapi di Solo, itu usaha tekstil punya papaku. Tapi jauh banget. Sama online shop di BBM sama IG.” tanggap Aisyah yang memang hobi dengan bisnis-bisnis.
            “Aku juga udah mulai jual donat, buat kemarin si ada tekad UKI.” tambah Isti, menjadikan rapat ini lebih hidup lagi.
            “Okay, gini aja, aku juga ada jualan chanai. Jadi donat sama chanai kita gabung aja, kita nanti buka pasar di kantin-kantin yang ada di seluruh Unsoed ini, nah itu kita masukkan di proker snack to campus ya.” Usulku, disambut ya oleh keduanya. Setuju, proker pertama kita, snack to campus.
            And than, ketika kita melihat teman-teman sekelas kita kelaparan coz, di pagi hari dalam kos mereka tidak ada yang memasak apalagi jualan makanan utawa rames. Nah, melihat penderitaan anak kos itu, kita jadi mikir, bagaimana kalau kita jualan nasi rames dari satu kos ke kos yang lain. Supaya sebelum ke kampus mereka bisa sumringah lagi, kan perutnya udah terisi, hehe. Okay, proker kedua disetujui Nasi rames kos to kos.
            Terus, biasanya divisi kewirausahaan ngadain bazar buat menjual berbagai keperluan anak-anak kampus, terutama kebutuhan ilmu yang didapat dalam sebuah buku. Atau kita bisa memanfaatkan usaha tekstil milik papanya Aisyah untuk kita jual di bazar ini. Dan kami memutuskan untuk memasukan bazar pada proker ketiga kami.
            Dan terakhir, karena ketiga proker adalah usaha yang berjurnal dagang. Dan dalam akuntansi yang kita dapat semasa SMA jurusan IPS itu, juga terdapat jurnal jasa. Maka kami berpikir untuk mencari wirausaha yang berbau jasa. Masa nyalon, kaga cukup modal. Masa bengkel, kita cewe. Dan kita mikir lagi, kita mahasiswa, dan kita punya ilmu, bagaimana jika les privat saja, kan lumayan, tak ada modal awal dalam memulainya, hanya perlu tekad, keberanian, dan jasa. Okay, proker keempat dan menjadi proker penutup kami adalah les privat. Selesai juga bikin prokernya. Tinggal di acc sama forum, terus kita aksi deh, seriusan ini.
***
            Wah, proker-proker kami cepat sekali direspon oleh forum. Dan dengan mudahnya disetujui dengan modal awal seratus ribu untuk proker pertama. Plus Isti mendapat mandat, dia diberi uang dua puluh ribu rupiah dan harus membuahkan hasil sebesar seratus ribu rupiah, huh, ngempos mungkin dia.
            Aku ga ngerti, kenapa ini juga menjadi sebuah tanggung jawab kami. Ya, aku ngerti, memang kammi dan UKI bersaudara. Satu tubuh malah, tapi kenapa beban organisasi sebelah juga harus dipikulkan kepada kami. Huh, aku bingung. Semangatku luntur. Apa benar UKI juga masuk ke aliran kammi yang kalian tahu diusung oleh sebuah pergerakan partai politik.
            Tersendat oleh pemikiran yang membuatku berkinerja dangkal. Haduh, kenapa harus ada beginian. Toh, proker yang sudah kami susun harusnya berakhir dengan hasil yang cemerlang. Akh, sampingkan berat sebelah ini. Aku harus membuktikan bahwa kewirausahaan juga bisa temereng.
            Aku dan Isti sudah bersiap untuk melobi pedagang kantin untuk berkonsinyasi menitipkan dagangan kami. Aku membawa chanai yang biasa kujajakkan di kelas. Dan Isti membawa donatnya. Para pedagang itu, diberi sample ijin untuk mengatakan, “Silakan, kalian bisa menitip dagangan anda di sini.” harap kami.
            Di mulai dengan Faperta, fakultas pertanian, kami masuk ke dalam lingkungan hijau yang serba dengan tanaman. Tapi jarang sih aku temui tanaman padi atau jagung, lebih sering kutemui tanaman dalam pot. Iya lah, itu kampus .. masa mau nyawah di kampus, haha.
            Aku dan Isti menego, kemudian basa-basi dan melucu. Ternyata ketidak-formalan kami adalah kunci mereka memberi ijin titip barang. Yes, pertanian okay.
            Kemudian beralih ke dekat kantin Faperta, kantin Fabio, fakultas biologi. Langsung aku tuju pedagang yang ramah pada kami. Sedari awal, pedagang itu, sudah melempar senyum pada kami. Kami memberikan chanai tersebut, dan hap-hap-hap, dia mengatakan, “Besok pagi ya mba, taruh saja di kantin ini.” setujunya.
            Tak cukup dua kantin saja, kami coba ke kampus depan. Kampus yang kata anak-anak si, tempatnya mobil-mobil mewah pada iri-irian, maksudnya bu .. iyalah, pasti satu bawa mobil bagus, besoknya temennya pasti menterengin mobil mewah, begitu seterusnya. Itu katanya sih, kami yang di kampus belakang ya cuma baru denger belum buktiin.
            Memarkir di Fisip, agaknya PD kami sedikit canggung, pasalnya kantin Fisip selalu ramai, dari pagi sampai sore, dan siangnya kami beranikan untuk melobi pedagang di Fisip. Cara di Faperta dan Fabio. Basa-basi dulu, mengambil hati kemudian memberikan sample untuk mendapatkan ijin nitip dagangan. Tapi karena chanai yang dibawa adalah chanai akhiran, yang topingnya sudah acak-acakan disana-sini, segera mereka berkata, “Makanan kaya gini di Fisip ya ga laku.”
            “Tapi tadi topingnya ga kaya gini kok, beneran. Pasti laku di Fisip.” Rayu Isti. Sosok yang mungkin aku kenal juga ikut mendengarkan. Si kacamata itu, lagi-lagi dia. Tapi kenapa dia tak bergerak untuk membantu kami. Akh, chanai ini tertolak masuk ke kantin Fisip.
            Huh, tak terhenti sampai di situ, kami melajukan kendaraan kami menuju kampus dagang yang sebenarnya. Fakultas ekonomi. Segera menuju ke bursa ekonomi, tempat mahasiswa-mahasiswa menjajal usaha ekonominya di bursa tersebut. Aku dan Isti seperti disambut dengan ramahnya di sana. Karena pengurus bursa itu juga mahasiswa, jadi lumayan mudah untuk melobi di sana. Yes, chanai ini masuk ke FE. Tinggal aksi besok bagaimana akan menghasilkan sesuatu. Semangat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar